Jumat, 30 November 2012

Kotbah Misa Harian, Sabtu 1 Desember 2012



KEGADUHAN &
OLAH ROHANI

(Why 22:1-7; Luk 21:34-36)
Kotbah Misa Harian,
Sabtu 1 Desember 2012
di Soverdi Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Tajuk Rencana Kompas Jumat 30 November 2012, hal. 7 menurunkan judul tulisan: Kegaduhan Politik. Isinya adalah kegaduhan politik antara politisi dan para elite yang mementingkan kepentingannya sendiri, mengganggu konsentrasi membangun Indonesia secara adil dan merata. Kegaduhan itu mengorbankan rakyat kecil yang merindukan kesejahteraan umum. Masyarakat pun mulai tidak percaya pada politisi dan para elite yang membuat gaduh dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri.


Kegaduhan sosial mengganggu konsentrasi pembangunan masyarakat Indonesia secara adil dan merata. Demikian pun kegaduhan personal karena sibuk dengan persoalan-persoalan duniawi sangat mengganggu konsentrasi dalam olah rohani. Setiap pribadi memerlukan ketenangan diri dan kedamaian diri, sungguh sangat mendukung olah rohani menuju kematangan dan kedewasaan pribadi dalam bidang spiritual. Ketenangan personal yang memiliki kedisiplinan dalam olah rohani, akan berdiri kokoh dalam aneka godaan duniawi yang datang mendampingi perjalanan hidupnya. Sedangkan kegaduhan pribadi dalam pesta pora dan kemabukan, mengarahkàn diri pada kejatuhan dalam godaan duniawi yang menyesatkan dan dapat merusak masa depan hidupnya.


Kedisplinan dalam olah rohani yaitu berdoa membuat pribadi kokoh dalam setiap kesulitan dan godaan duniawi. Seorang yang berdoa secara disiplin memiliki kekuatan karena selalu hidup dalam Tuhan. Keselamatanpun menjadi miliknya ketika HARI TÙHAN yang kedatangannya secara tiba-tiba. Selalu berjaga dan berdoa, hidup dalam Tuhàn dalam setiap saat dan tempat adalah jalan keselamatan bagi orang beriman. Maka tepat Yesus bersabda : "Jagalah dirimu, jangan sampai hatimu sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi, dan jangan sampai HARI TUHAN (KEMATIAN) tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa, sambil berdoa, agar kalian mendapat kekuatan
untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan agar kalian tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."


Apakah kita hidup disiplin berdoa dipandang sebagai kebutuhan pokok bagi kedewasaan kerohanian kita, atau kita selalu beralasan tidak mempunyai waktu untuk berdoa secara disiplin? Masih ingatkah Bapa dan Mama kita ketika kita masih kecil, setiap malam selalu berdoa bersama keluarga, doa rosario bersama, ke Gereja bersama, ikut kerja bakti di Gereja bersama, ikut arisan bersama di Lingkungan, wilayah dan paroki, terlibat dalam manajemen paroki yang terbuka, jujur dan transparan? Kalau masih ingat dan itu ada pengaruh besar di dalam formasi diri dalam kehidupan spiritual, maka mulai saat ini kini dan di sini, membangun bangunan kehidupan doa yang rapi, tertip dan disiplin.  Manfaatnya ganda, masa kini di dunia menerima keselamatan dari Tuhan dan masa yang akan datang di Surga akan memperoleh keselamatan dalam Tuhan.

Kamis, 29 November 2012

Kotbah Misa Harian, Jumat 30 November 2012



BEKERJA MAPAN
MENUJU YANG LEBIH MAPAN

Rom  10 : 9 -18; Mat 4 : 18 – 22
Kotbah Misa Harian, Jumat 30 November 2012
Di Soverdi Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Manusia berusaha mendapat pekerjaan yang mapan. Pada saat orang mencapai dan mengalami sebuah pekerjaan yang mapan, orang lebih merasakan ketenangan di dalam hidupnya daripada sebelumnya masih bekerja secara serabutan.

Orang yang meninggalkan sebuah pekerjaan yang kelihatannya mapan menuju sebuah pekerjaan lain bisa ditentukan oleh sebab-sebab tertentu. Melihat pekerjaan mapan yang ditinggalkan kurang memberikan profit yang lebih baik dan atau lebih menguntungkan. Sedangkan pekerjaan yang baru lebih besar penghasilannya, dalam menata masa depan yang lebih baik untuk kesejahteraan dan kemajuan. Orang dapat meninggalkan sebuah pekerjaan yang kelihatannya mapan dan mencari pekerjaan yang baru karena orang tidak merasa bahagia dalam pekerjaan yang ditinggalkan, karena kurang bisa bekerja sama dan kurang mendapat nilai kebagiaan di dalam pekerjaan itu, sedangkan di tempat pekerjaan yang baru, orang merasa lebih nyaman dan lebih banyak mengalami sukacita karena persaudaraan dan kepekaan antar sesama sekantor dalam hidup sehari-hari. Orang juga dapat meninggalkan sebuah pekerjaan mapan menuju sebuah pekerjaan yang baru karena dalam pekerjaan yang ditinggalkan kurang mendapat nilai yang lebih yaitu kurang lintas budaya, dan di tempat pekerjaan yang baru, orang lebih merasa diperkaya oleh keanekaragaman budaya para pekerja yang berasal dari berbagai tempat dan suku. Nilai internasionalitas dalam hidup dan pekerjaan menarik orang untuk bergabung di dalamnya sedangkan pekerjaan yang ditinggalkan lebih berwarna seasal, sedaerah, sekeluarga, dan kurang pengalaman lintas budaya dalam pekerjaan dan pelayanan.

Para murid yang kelihatannya mempunyai pekerjaan yang mapan meninggalkan pekerjaannya itu lalu menjadi pengikut Yesus, merupakan sebuah tindakan dan keputusan yang menarik perhatian dan refleksi kita untuk menemukan apa kekuatan dasar yang ada di balik tindakan mereka itu, sehingga mereka tergerak meninggalkan pekerjaan mapan dan kemudian mengikuti Yesus.

Saya merasa  bahwa ada yang paling menarik perhatian para murid sehingga sekali dipanggil Yesus, mereka langsung mengikuti-Nya. Ada sesuatu yang lebih dari Yesus sehingga mereka meninggalkan pekerjaan mapannya dan kemudian menjadi pengikut Yesus, dengan kerja utama adalah melayani banyak orang di segala tempat.


Secara ke dalam, komunitas Yesus adalah komunitas yang  sangat tinggi semangat internasionalitasnya  dan itu menjadi sebuah kekayaan yang dihadirkan oleh Yesus sebagai formasi dasar bagi formasi berlanjut dalam karya pastoral di lapangan.

Pekerjaan baru yang mereka geluti adalah pelayan yang menjadi terang dan garam bagi banyak orang. Dalam pelayanan sebagai misionaris, mereka mempunyai satu pemimpin yaitu Yesus. Mereka mempunyai satu visi yaitu Kerajaan Allah. Mereka mempunyai satu misi yaitu menyelamatkan semua orang melintas batas etnik, asal usul dan warna kulit.   Bermisi untuk menyelamatkan semua melintas batas adalah sebuah gerakan bersama. Pertanyaan kita adalah dimana hal itu dikatakan sehingga menjadi kekuatan mereka atau yang menjadi hal utama yang menarik banyak orang untuk menjadi pelayan Tuhan dan misionaris?

Dalam bacaan pertama, dikatakan : “… tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena Allah yang satu itu adalah Tuhan semua orang, dan Dia kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.”  Di hadapan Tuhan, semua orang setara dan sederajat. Semua orang adalah ciptaan Tuhan. Semua orang adalah manusia yang memiliki kemanusiaan. Tuhan melihat semua orang sebagai orang beriman yang berkemanusiaan dan berkemanusiaan yang beriman. 


Karakter komunitas Yesus yang dibangun di atas dasar iman dan kemanusiaan. Komunitas itulah yang menarik orang meninggalkan kemapanan pekerjaan menuju pekerjaan yang lebih mapan yaitu menjadi penjala manusia.


Setiap pekerja pasti merasa bahagia kalau selalu diorangkan, diperlakukan sebagai orang yang berperikemanusiaan dalam kehidupan dan pekerjaannya sehari-hari. Sebaliknya, pekerja yang ditindas, diperlakukan sesuka hati oleh majikan, atau sesama pekerja, maka cepat atau lambat pekerja yang diperlakukan secara tidak manusiawi, akan meninggalkan pekerjaan itu dan mencari pekerjaan yang lebih baik dan nyaman.

Rabu, 28 November 2012

Kotbah Misa Harian, Kamis 29 November 2012



RUNTUHNYA
BANGUNAN ROHANI
YANG TAMPAK KOKOH

Why 18:1-2.21-23;19:1-3.9a; Luk 21:20-28
Kotbah Misa Harian,
Kamis 29 November 2012
di Soverdi Surabaya


P. Benediktus Bere Mali, SVD



Sebuah bangunan yang kelihatan kokoh mengalami keruntuhan karena berbagai penyebabnya. Barangkali keruntuhan itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian pembangun yang membangun di atas fondasi yang rapuh. Barangkali usia tua bangunan yang kelihatan dari luar kokoh itu sehingga sudah tiba waktunya runtuh. Barangkali juga bangunan yang kokoh itu runtuh karena kekuatan alam atau bencana alam yang menghancurkannya. Barangkali juga bangunan yang kokoh itu diruntuhkan dengan alat-alat berat yang digunakan manusia dalam meruntuhkannya. Barangkali keruntuhan bangunan yang kokoh itu karena dibom dalam peperangan atau karena teroris.
Keruntuhan Yerusalem bahkan Yerusalem diinjak-injak karena kehilangan kekuatan pertahanan dan kehilangan kewibawaannya. Demikian juga Babel jatuh karena kehilangan kekuatan pertahanan dan dengan demikian kewibawaannya pun hilang. Yerusalem yang dahulu kokoh, diruntuhkan oleh serangan tentara romawi yang saat itu menjadi penjajah dan Yerusalem. Babel yang dahulu kokoh, jatuh karena dijajah oleh Yunani.


Keruntuhan Yerusalem dan Babel itu selain dipandang dari sudut pandang lahiriah, dapat juga direfleksikan secara spiritual atau rohani. Keruntuhan Yerusalem simbol kekuatan dan kekokohan keagamaan dan spiritualitas bangsa Yahudi, menunjukkan keruntuhan imannya kepada Tuhan.


Pada saat itu umat kristen awal, yang percaya kepada Kristus sedang dikejar dan dianiaya oleh penjajah romawi. Serangan yang terus menerus, membawa dua hal ini. Mereka yang tetap kuat dalam iman kepada Kristus akan diundang ke dalam perjamuan anak domba pada akhir zaman. Mereka yang mengalami keruntuhan iman di tengah jalan, mengalami tanpa keselamatan.


Mereka yang diundang ke Perjamuan Anak Domba adalah orang-orang yang layak karena tetap setia kepada Kristus dalam suka maupun duka. Perjamuan Anak Domba adalah kebahagiaan dan sukacita abadi di dalam Surga. Tentu siapa saja yang beriman kepada Kristus, setelah akhir hidup di dunia ini, berharap mengalami Pesta Perjamuan Anak Domba di dalam Surga. Untuk  itu dalam kesulitan apapun, bangunan rohani tidak boleh diruntuhkan oleh keputusasaan yang disertai berbagai godaan duniawi yang menutupi pintu menuju Undangan Pesta Perjamuan Anak Domba di Surga pada akhir zaman. Berikut saya membagi pengalaman pastoral tentang kesulitan yang membangun bangunan rohani pribadi yang semakin kokoh, bukan meruntuhkannya.


Beberapa waktu lalu saya mengunjungi sebuah keluarga untuk didoakan agar dikuatkan dalam kesulitan berturut-turut yang dialaminya. Beberapa bulan terakhir anaknya mengalami kecelakaan dan cacat hanya duduk di kursi roda. Sebulan kemudian, usahanya mengalami jatuh pailit. Bulan berikutnya lagi suaminya meninggal mendadak. Sang isteri dan anak didoakan agar diberi kekuatan iman di dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup ini.


Ketika persoalan hidup silih berganti dialami, seolah mereka berada pada situasi batas, tak dapat andalkan kemampuan manusiawi saja, tetapi mereka harus mengandalkan kekuatan yang berasal dari Tuhan yang mereka imani.

Usai didoakan, beberapa bulan kemudian, keluarga ini mendapat banyak pertolongan dari sahabat-sahabatnya, tetangga-tetangganya, baik secara moril spiritual maupun secara materi, sehingga keluarga yang dulunya mengalami "kematian" kini mulai "bangkit dan hidup" kembali menatap masa depan yang masih penuh dengan aneka peluang untuk berkembang dan maju.


Tuhan sungguh luar biasa bagi setiap orang yang mengandalkanNya dalam suka dan duka hidupnya. Bangunan Rohani Keluarga yang dulunya nyaris runtuh kini kembali kokoh berkat Tuhan adalah andalannya.

Selasa, 27 November 2012

Kotbah Misa Harian, Rabu 28 November 2012



SETIA SAMPAI MATI
DALAM PANGGILAN DAN PROFESI

(Why 15:1-4; Luk 21:12-19)
Kotbah Misa Harian
Rabu 28 November 2012
di Soverdi Surabaya

P. Benediktus Bere Mali, SVD


Kita hidup dalam panggilan kita masing-masing. Ada yang hidup berkeluarga. Ada yang hidup berjubah sebagai biarawan-biarawati atau rohaniwan. Panggilan itu menuntun kita manusia untuk senantiasa setia bahkan setia sampai mati dalam  menjalani panggilan hidup kita masing-masing. Kita  tidak boleh luntur dalam kesetiaan ketika ada keputusasaan dan hidup tanpa harapan. Entah dalam sukacita maupun di dalam dukacita, kita selalu setia dalam panggilan kita.                                                 

Mengapa kita harus setia di dalam panggilan hidup kita masing-masing? Kita memilih panggilan itu disertai ritus rohani dan dalam ritus itu kita menyampaikan janji setia satu terhadap yang lain, dan janji setia kepada Tuhan. Misalnya seorang biarawan atau biarawati mengikrarkan kaul kaul kesetiaan  kepada Tuhan dan sesama dalam pelayanan sebagai garam  dan terang masyarakat sejak jadi baiarawan-biarawati sampai mati. Setiap  orang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga, dalam sakramen pernikahan, mengikat satu dengan yang lain sebagai suami isteri, dengan janji setia baik dalam suka maupun duka, baik dalam untung dan malang, baik dalam sehat maupun sakit, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh karena tugas dan karya.                                         

Bagi mereka yang selalu setia dalam panggilannya, pasti mendapat berkat berlimpah dari Tuhan yang selalu setia kepada kita umatNya dalam setiap saat maupun dalam setiap tempat. Mengapa? Pengalaman saya wawancara dengan beberapa keluarga yang semua anaknya sukses dan berhasil, mengungkapkan bahwa keberhasilan semua anak dan kesuksesan semua anak dalam meraih cita-cita, dan menjadi orang yang baik dan benar di dalam hidupnya, bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Tetapi melalui usaha kedua orang tua dalam ketekunan dan kesetiaan yang hanya fokus pada keluarga, masa depan keluarga, tanpa membuang banyak energi pada masalah-masalah yang merusak dan menodai kesetiaan suami isteri dan orang tua terhadap anak dan anak terhadap orang tua, karena masing-masing dalam keluarga memiliki kerja sama yang baik dan benar, menjalankan kesetiaan di dalam tugas panggilan dan profesinya masing-masing. Demikian juga wawancara saya dengan beberapa pastor senior sampai 90 tahun usianya, tampak tetap cerah dan tetap disegani karena kewibawaannya yang diperoleh dari ketekunan dan kesetiaannya pada panggilan sebagai iman.                                 

Kesetiaan kepada Kristus dalam suka maupun duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat, dalam situasi perang maupun damai, dalam setiap tempat dan waktu adalah jalan lebar atau jalan tol tanpa hambatan menuju memperoleh Kehidupan yang sejati.  Sebaliknya orang yang tidak setia kepada Tuhan dalam panggilan dan profesinya, mempersempit jalan menuju kehidupan yang abadi di surga. Maka tepat Yesus bersabda : "Hendaklah engkau setia sampai mati, sabda Tuhan, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Ini adalah janji Tuhan bagi kita yang percaya kepadaNya. Kita pun hidup oleh janji-janji keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus sebagai sàtu-satuNya nama yang menyelamatkan (Kis 4 :12) dan satu-satunya jalan dan kebenaran dan kehidupan (Yoh 14 : 6).  Mahkota kehidupan  ada di dalam Tuhan Yesus. Maka setia pada Yesus dalam pikir , kata dan perilaku menjadi jalan lebar atau bahkan jalan tol masuk surga.

Dalam masa antara kelahiran dan kehidupan, kita menata hidup dan karya kita, panggilan dan profesi kita dalam ketekunan dan kesetiaan kita kepada Kristus, pada setiap tempat dan setiap waktu, dalam kesusahan karena dianiaya maupun dalam sukacita karena pesta pora, dalam sehat maupun sakit, dalam untung maupun malang, dalam duka maupun suka. Dengan demikian kita menghadirkan  mahkota kehidupan itu di dalam hidup panggilan dan profesi kita, kini dan disini, yang akan mengalami kepenuhan dan atau kesempurnaan di Surga.