Selasa, 30 April 2013

"RANTING ANGGUR : Berbuah atau Mandul"



“RANTING ANGGUR :
Berbuah atau Mandul”
*P. Beny Mali, SVD*

Kehidupan bersama entah dalam komunitas keluarga ataupun kehidupan komunitas hidup membiara, diwarnai dengan beraneka tingkatan relasi antara sesama. Ada relasi yang kelihatan secara fisik eksternal “kompak” tetapi secara internal, hatinya asing satu terhadap yang lain. Ada relasi yang kelihatan secara keluar tidak “kompak” tetapi secara ke dalam, hatinya dekat satu sama lain. Ada relasi yang kompak secara lahir maupun bathin antara sesama yang hidup bersama dalam komunitas keluarga maupun di dalam komunitas hidup membiara.  Ada relasi yang tidak kompak secara lahir maupun secara spiritual. Dari keempat model relasi yang disebutkan di atas, Relasi yang paling ideal adalah Relasi yang dibangun di atas dasar Kekompakan antara anggota komunitas keluarga maupun komunitas hidup membiara, baik dalam misi ad intra maupun dalam misi ad extra.
Yesus membangun Relasi dengan para muridNya dalam komunitasNya, berdasarkan kesatuan yang mendalam secara lahir saat Yesus masih hidup bersama dengan mereka secara manusiawi, dan secara spiritual setelah Yesus kembali ke Rumah Bapa. Relasi Yesus dengan Para Murid itu seperti kesatuan antara Pokok Anggur dengan Ranting-Rantingnya yang menghasilkan banyak buah. Sebaliknya terputusnya kesatuan Ranting dengan Pokok Anggur, maka ranting akan kering dan tidak menghasilkan buah anggur. Demikian juga Relasi Yesus dengan Para MuridNya. Yesus adalah pokok Anggur yang benar. Para murid adalah ranting-rantingNya. Kesatuan antara Yesus dengan Para MuridNya dalam misi ad intra dan misi Ad Extra, menghasilkan buah keselamatan yang berlipatganda baik secara kedalam mapun secara keluar. Sebaliknya Perpisahan atau terputusnya kesatuan antara para murid sebagai ranting dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar, ranting akan berubah menjadi sumber yang kering bagi diri sendiri dan bagi sesama yang dilayani.
Komunitas 12 Rasul dengan Yesus sebagai Pemimpin Komunitas, Tuhan Yesus senantiasa memberikan aliran kehidupan secara spiritual kepada para muridNya sebagai ranting-ranting yang diharapkan dapat menghasilkan banyak buah keselamatan bagi diri mereka sendiri maupun bagi sesama yang mereka layani. Tetapi dalam kenyataan, 11 MuridNya senantiasa hidup dan tinggal dalam aliran kehidupan yang dialirkan Tuhan Yesus sebagai pokok anggur yang benar kepadanya, sedangkan Yudas Iskariot memilih sebagai ranting yang memutuskan diri dari kesatuan dari Yesus sebagai sumber hidup yang mengalirkan sumber hidup yang sejati kepadanya. Keterpisahannya dengan Yesus bukan menghasilkan buah anggur keselamatan tetapi kesesatan dan menjadi sumber yang kering bagi dirinya dan bagi sesamanya. Akhir hidup Yudas Iskariot sungguh mengerikan sebagai buah-buah asam dari kelepaspisahannya dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar. Itulah buah-buah dari tinggal di luar dari Yesus bukan senantiasa tinggal di dalam Yesus.
Kita adalah Murid Yesus dalam kehidupan iman dan kepercayaan kita. Yesus adalah pokok anggur keselamatan bagi kita. Kita adalah ranting-rantingNya. Kita menjadi ranting-ranting yang menghasilkan buah-buah keselamatan atau sumber keselamatan yang menyegarkan sesama yang kita layani atau hidup bersama kita di dalam komunitas tempat tinggal kita, kalau kita senantiasa mengikat persatuan yang kokoh dengan Yesus sebagai sumber keselamatan yang selalu menyegarkan dan tidak pernah kering bagi kita dan bagi semua orang yang setia percaya kepadaNya. Yesus sebagai sumber yang menyegarkan senantiasa ada dan hadir dalam firmanNya dan Ekaristi yang kita rayakan setiap hari.
Kealpaan kita dalam doa yang berpuncak di dalam Ekaristi adalah awal perpisahan kita dengan sumber keselamatan yang tidak pernah kering, menuju diri pengikut Yesus yang memiliki sumber yang kering dalam tugas dan karya pelayanan kita. Kalau sumber spiritual kita kering, orang menjauh dari sumber yang kering.  Kita tidak mau sumber rohani kita kering. Kita berharap sumber kita selalu bersih  dan menyegarkan. Untuk itu sumber yang sejati adalah Kristus yang selalu hadir dalam FirmanNya dan Ekaristi, setiap hari mengundang kita untuk menghadiri perjamuan Ekaristi supaya setiap hari kita menimbah kekuatan dari Kristus Sang Sumber Spiritualitas yang selalu menyegarkan dan membangkitkan.***

Homili Rabu 1 Mei 2013
Kis 15 : 1 – 6
Mzm 122 : 1 -2.4-4a.4b-5
Yoh 15 : 1 - 8

Homili Rabu 1 Mei 2013



 “RANTING ANGGUR :
Berbuah atau Mandul”
*P. Beny Mali, SVD*

Kehidupan bersama entah dalam komunitas keluarga ataupun kehidupan komunitas hidup membiara, diwarnai dengan beraneka tingkatan relasi antara sesama. Ada relasi yang kelihatan secara fisik eksternal “kompak” tetapi secara internal, hatinya asing satu terhadap yang lain. Ada relasi yang kelihatan secara keluar tidak “kompak” tetapi secara ke dalam, hatinya dekat satu sama lain. Ada relasi yang kompak secara lahir maupun bathin antara sesama yang hidup bersama dalam komunitas keluarga maupun di dalam komunitas hidup membiara.  Ada relasi yang tidak kompak secara lahir maupun secara spiritual. Dari keempat model relasi yang disebutkan di atas, Relasi yang paling ideal adalah Relasi yang dibangun di atas dasar Kekompakan antara anggota komunitas keluarga maupun komunitas hidup membiara, baik dalam misi ad intra maupun dalam misi ad extra.
Yesus membangun Relasi dengan para muridNya dalam komunitasNya, berdasarkan kesatuan yang mendalam secara lahir saat Yesus masih hidup bersama dengan mereka secara manusiawi, dan secara spiritual setelah Yesus kembali ke Rumah Bapa. Relasi Yesus dengan Para Murid itu seperti kesatuan antara Pokok Anggur dengan Ranting-Rantingnya yang menghasilkan banyak buah. Sebaliknya terputusnya kesatuan Ranting dengan Pokok Anggur, maka ranting akan kering dan tidak menghasilkan buah anggur. Demikian juga Relasi Yesus dengan Para MuridNya. Yesus adalah pokok Anggur yang benar. Para murid adalah ranting-rantingNya. Kesatuan antara Yesus dengan Para MuridNya dalam misi ad intra dan misi Ad Extra, menghasilkan buah keselamatan yang berlipatganda baik secara kedalam mapun secara keluar. Sebaliknya Perpisahan atau terputusnya kesatuan antara para murid sebagai ranting dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar, ranting akan berubah menjadi sumber yang kering bagi diri sendiri dan bagi sesama yang dilayani.
Komunitas 12 Rasul dengan Yesus sebagai Pemimpin Komunitas, Tuhan Yesus senantiasa memberikan aliran kehidupan secara spiritual kepada para muridNya sebagai ranting-ranting yang diharapkan dapat menghasilkan banyak buah keselamatan bagi diri mereka sendiri maupun bagi sesama yang mereka layani. Tetapi dalam kenyataan, 11 MuridNya senantiasa hidup dan tinggal dalam aliran kehidupan yang dialirkan Tuhan Yesus sebagai pokok anggur yang benar kepadanya, sedangkan Yudas Iskariot memilih sebagai ranting yang memutuskan diri dari kesatuan dari Yesus sebagai sumber hidup yang mengalirkan sumber hidup yang sejati kepadanya. Keterpisahannya dengan Yesus bukan menghasilkan buah anggur keselamatan tetapi kesesatan dan menjadi sumber yang kering bagi dirinya dan bagi sesamanya. Akhir hidup Yudas Iskariot sungguh mengerikan sebagai buah-buah asam dari kelepaspisahannya dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar. Itulah buah-buah dari tinggal di luar dari Yesus bukan senantiasa tinggal di dalam Yesus.
Kita adalah Murid Yesus dalam kehidupan iman dan kepercayaan kita. Yesus adalah pokok anggur keselamatan bagi kita. Kita adalah ranting-rantingNya. Kita menjadi ranting-ranting yang menghasilkan buah-buah keselamatan atau sumber keselamatan yang menyegarkan sesama yang kita layani atau hidup bersama kita di dalam komunitas tempat tinggal kita, kalau kita senantiasa mengikat persatuan yang kokoh dengan Yesus sebagai sumber keselamatan yang selalu menyegarkan dan tidak pernah kering bagi kita dan bagi semua orang yang setia percaya kepadaNya. Yesus sebagai sumber yang menyegarkan senantiasa ada dan hadir dalam firmanNya dan Ekaristi yang kita rayakan setiap hari.
Kealpaan kita dalam doa yang berpuncak di dalam Ekaristi adalah awal perpisahan kita dengan sumber keselamatan yang tidak pernah kering, menuju diri pengikut Yesus yang memiliki sumber yang kering dalam tugas dan karya pelayanan kita. Kalau sumber spiritual kita kering, orang menjauh dari sumber yang kering.  Kita tidak mau sumber rohani kita kering. Kita berharap sumber kita selalu bersih  dan menyegarkan. Untuk itu sumber yang sejati adalah Kristus yang selalu hadir dalam FirmanNya dan Ekaristi, setiap hari mengundang kita untuk menghadiri perjamuan Ekaristi supaya setiap hari kita menimbah kekuatan dari Kristus Sang Sumber Spiritualitas yang selalu menyegarkan dan membangkitkan.***

Homili Rabu 1 Mei 2013
Kis 15 : 1 – 6
Mzm 122 : 1 -2.4-4a.4b-5
Yoh 15 : 1 - 8

Orang Lain : Neraka atau Surga




ORANG LAIN : Neraka  atau Surga
*P. Beny Mali, SVD*


Kita melihat judul buku di atas, pasti ada berbagai perasaan yang muncul di dalam pikiram kita. Saya setelah melihat judul buku di atas, ada dua hal yang muncul di dalam pikiran saya. Manusia itu bisa jadi menjadi neraka bagi diri sesama. Manusia itu bisa jadi berkat atau surge bagi sesama.
Filsuf Jean Paul Sartre mengemukakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesamanya yang lain. Ia mengatakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesama yang lain muncul dari dua latarbelakang yang mewarnai pemikirannya. Kehidupan masa kecilnya yang merasa terasing oleh pergaulannya dengan teman-teman sebayanya, kondisi keluarganya yang tertutup dalam membangun relasi keomunikasi dengan sesama sekitar. Kekejaman perang dunia kedua (1939-1945) yang membawa penderitaan dan kematian yang menunjukan kehadiran neraka yang nyata di dalam pengalaman hidup Jean Paul Sartre.
 Pengalaman saya berbeda dengan pengalaman Jean Paul Sartre. Ketika saya pertama kali datang di Pulau Jawa pada tahun 1995, turun di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saya bertemu dengan Mas Sipri yang tampil bukan menjadi neraka bagi saya tetapi menjadi Surga bagi saya. Mas Sipri itu membantu saya menunjukkan kendaraan dari Pelabuhan Perak ke Terminal Bungrasi. Kemudian Saudari Elsy Safran dan Saudara Vinsen menyusul menyambut kami dari Pelabuhan Perak sampai ke Novisiat Batu – Malang tempat tujuan kami. Saudara Sipri, Vinsen dan Saudari Elsy Safran sungguh menjadi pembawa damai bagi saya saat saya pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Jawa pada tahun 1995.
Injil hari ini berbicara tentang “Damia Sejahtera”. Yesus hadir sebagai pembawa Damai Sejahtera Bagi Para MuridNya. Yesus adalah Pembawa Surga bagi dunia dan membawa atau mengantar semua orang di dunia menuju Surga (Yoh 14 : 6). Yesus adalah jalan keselamatan bagi semua lintas batas yang percaya kepadaNya (Kis 4:12).  Paulus dan Barnabas mewartakan Kristus sang penyelamat bagi semua orang baik Yahudi maupun Yunani.  Ketika kelompok Sanhedrin masih terus menindas umat kristiani perdana yang percaya kepada Kristus, Paulus dan Barnabas membawa damai dan kekuatn serta peneguhan kepada mereka agar tetap setia kepada Tuhan di jalan menuju Kerajaan Surga pusat kedamaian abadi yang sedang menanti, yang di temukan di atas jalan bersama Tuhan Yesus dalam sukan maupun duka, dalam kemerdekaan maupun dalam penindasan.
Kita adalah orang beriman yang percaya kepada Yesus sebagai pemawa damai sejati. Kehadiran kita bukan menjadi beban bagi sesame tetapi membawa berkat bagi sesama. Kehadiran kita bukan menyalibkan sesama melainkan membangkitkan sesama. Kehadiran kita bukan menjadi neraka bagi sesame meliankan menjadi surga bagi sesame.

Homili Selasa, 30 April 2013
Kis 14 : 19 – 28
Mzm 145 : 10 – 11. 12 -13ab.21
Yoh 14 : 27 – 31a

Homili Selasa 30 April 2013



ORANG LAIN : Neraka  atau Surga
*P. Beny Mali, SVD*



Kita melihat judul buku di atas, pasti ada berbagai perasaan yang muncul di dalam pikiram kita. Saya setelah melihat judul buku di atas, ada dua hal yang muncul di dalam pikiran saya. Manusia itu bisa jadi menjadi neraka bagi diri sesama. Manusia itu bisa jadi berkat atau surge bagi sesama.
Filsuf Jean Paul Sartre mengemukakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesamanya yang lain. Ia mengatakan bahwa sesama adalah neraka bagi sesama yang lain muncul dari dua latarbelakang yang mewarnai pemikirannya. Kehidupan masa kecilnya yang merasa terasing oleh pergaulannya dengan teman-teman sebayanya, kondisi keluarganya yang tertutup dalam membangun relasi keomunikasi dengan sesama sekitar. Kekejaman perang dunia kedua (1939-1945) yang membawa penderitaan dan kematian yang menunjukan kehadiran neraka yang nyata di dalam pengalaman hidup Jean Paul Sartre.
 Pengalaman saya berbeda dengan pengalaman Jean Paul Sartre. Ketika saya pertama kali datang di Pulau Jawa pada tahun 1995, turun di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saya bertemu dengan Mas Sipri yang tampil bukan menjadi neraka bagi saya tetapi menjadi Surga bagi saya. Mas Sipri itu membantu saya menunjukkan kendaraan dari Pelabuhan Perak ke Terminal Bungrasi. Kemudian Saudari Elsy Safran dan Saudara Vinsen menyusul menyambut kami dari Pelabuhan Perak sampai ke Novisiat Batu – Malang tempat tujuan kami. Saudara Sipri, Vinsen dan Saudari Elsy Safran sungguh menjadi pembawa damai bagi saya saat saya pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Jawa pada tahun 1995.
Injil hari ini berbicara tentang “Damia Sejahtera”. Yesus hadir sebagai pembawa Damai Sejahtera Bagi Para MuridNya. Yesus adalah Pembawa Surga bagi dunia dan membawa atau mengantar semua orang di dunia menuju Surga (Yoh 14 : 6). Yesus adalah jalan keselamatan bagi semua lintas batas yang percaya kepadaNya (Kis 4:12).  Paulus dan Barnabas mewartakan Kristus sang penyelamat bagi semua orang baik Yahudi maupun Yunani.  Ketika kelompok Sanhedrin masih terus menindas umat kristiani perdana yang percaya kepada Kristus, Paulus dan Barnabas membawa damai dan kekuatn serta peneguhan kepada mereka agar tetap setia kepada Tuhan di jalan menuju Kerajaan Surga pusat kedamaian abadi yang sedang menanti, yang di temukan di atas jalan bersama Tuhan Yesus dalam sukan maupun duka, dalam kemerdekaan maupun dalam penindasan.
Kita adalah orang beriman yang percaya kepada Yesus sebagai pemawa damai sejati. Kehadiran kita bukan menjadi beban bagi sesame tetapi membawa berkat bagi sesama. Kehadiran kita bukan menyalibkan sesama melainkan membangkitkan sesama. Kehadiran kita bukan menjadi neraka bagi sesame meliankan menjadi surga bagi sesame.

Homili Selasa, 30 April 2013
Kis 14 : 19 – 28
Mzm 145 : 10 – 11. 12 -13ab.21
Yoh 14 : 27 – 31a