*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Renungan Hari Rabu dalam Pekan Suci
31 Maret 2021
Yes 50:4-9a
Mzm.69:8-10.21bcd-22.31.33-34,R:14bc
Mat 26:14-25
Mengkambinghitamkan yang lain untuk membenarkan diri adalah sebuah cara menutupi kekurangan, keterbatasan, kesalahan, kedosaan diri di hadapan yang lain. Orang lain atau yang lain disalahkan untuk senantiasa membenarkan diri sering kita alami di dalam kehidupan kita bersama dengan orang lain, baik di dalam keluarga, komunitas, maupun di dalam masyarakat tempat kita hidup. Sangat kasihan bahwa Iblis selalu dituduh atau dikambinghitamkan sebagai pribadi yang sedang merasuki Yudas Iskariot sehingga dia menggunakan kaki kebenasannya berjalan menuju musuh-musuh Yesus untuk menyerahkan Yesus kepada para musuh-Nya dengan seharga 30 keping perak adalah seharga jual beli seorang hamba dalam masyarakat Yahudi pada zaman itu. Kasihan Iblis-lah dikambinghitamkan, yang dituduh menjadi sumber pengkhianatan dari Yudas Iskariot terhadap Yesus Sang Gurunya sendiri.
Freud seorang Psikolog ternama berkata bahwa Kejahatan/Iblis-jahat dan kebaikan/malaekat-baik adalah dua makhluk atau dua sisi yang yang ada di dalam jiwa(psike) setiap manusia. Dua sisi itu seperti dua sisi mata uang perak yang ada di dalam psike manusia. Dua sisi itu seperti pisau bermata dua di dalam jiwa (psike) manusia. Misalnya mengapa seorang yang beragama yang senantiasa menggunakan jubah putih putih sebagai Simbol Kebaikan/malaekat itu perilakunya tidak berperikemanusiaan kepada sesamanya yang tidak sealiran denganya sehingga kebahagiaan orang lain mengalami kekurangan? Atau mengapa seorang kafir: orang Samaria di mata Agama Yahudi, justru memiliki pikiran positif, perasaan empati pada orang yang terluka oleh para perampok/penyamun, yang sedang tergeletak di tepi jalan itu, melihatnya lalu merawat dan melayaninya secara tuntas sampai ia sembuh, sedangkan orang yang beragama Yahudi: imam, lewi, yang lewat di jalan itu, melihat orang yang tak berdaya itu, tetapi tidak melakukan apa-apa terhadapnya? Dua contoh Pertanyaan di atas yang dapat kita menjawabnya secara pribadi, mempertegas kembali bahwa jiwa manusia memuat Iblis buruk-malaiakat baik sekaligus. Signal baik dan signal buruk sedang bertumbuh dan berkembang subur di dalam jiwa (psike) setiap pribadi manusia.
Yudas Iskariot sedang lebih mengaktifkan signal kuat bersumber dari jiwa Iblis di dalam dirinya, yang menggerakan kaki kebebasannya berjalan menuju jalan kegelapan yaitu menjual Yesus seharga 30 keping perak kepada kepada para musuh Yesus. Kerja signal kuat Iblis buruk Yudas Iskariot itu sungguh sangat berhasil bahwa Yesus diserahkan kepada musuh-Nya atas mediasi Yudas Iskariot, pengkhianat, musuh dalam "selimut" komunitas 12 murid. Betapa jahatnya Yudas Iskariot yang lebih mengaktifkan signal jiwa Iblis buruk di dalam dirinya. Sebaliknya di dalam bacaan pertama, Yesus tidak seperti Yudas Iskariot yang menggunakan kakinya berjalan pergi kepada musuh-musuh Yesus dan menjual Yesus. Yesaya menggunakan lidah-nya untuk menyampaikan kata-bahasa yang menyelamatkan sesama di sekitar. Yesaya menggunakan telinganya mendengarkan Sabda Allah dan melakukan apa yang didengarnya sesuai kehendak Allah yang setia menyelamatkan semua orang. Yesaya menggunakan inderanya melaksanakan kehendak Allah yang ada di dalam jiwa(psike)nya tetapi mematikan signal buruk yang juga lengket di dalam jiwa(psike)nya juga.
Kita adalah manusia seperti Yudas Iskariot dan Yesaya yang juga memiliki sisi terang dan gelap di dalam jiwa(psike) kita dalam pandangan Psikolog Freud. Kita terinspirasi Yesaya yang lebih mengaktifkan signal jiwa (psike) kebaikan dengan menggunakan telinga untuk setia mendengarkan Sabda Allah dan mengatakan tentang Sabda Allah yang menyelamatkan dan menyejukan hati, rasa, dan budi sesama atau dengan kata lain kata dan aksi Yesaya untuk selalu menyelamatkan sesama dan dunia. Bukan kata dan aksi kita seperti Yudas Iskariot yang menjadi musuh di dalam selimut dalam keluarga besar para murid Yesus atau menjadi pengkhianat di dalam komunitas 12 murid karena Yudas Iskariot sangat dominan mengaktifkan signal kuat buruk di dalam jiwa(psike)nya dalam perspektif Psikolog Freud.
Kebebasan adalah satu bagian penting di dalam diri kita. Kita menggunakan kaki kebebasan kita untuk berjalan menuju Terang Sejati dalam Kristus Yesus seperti kaki Yesaya di dalam bacaan pertama dan bukan menggunakan kaki kebebasan kita menuju kegelapan seperti Yudas Iskariot di dalam bacaan Injil hari ini. Ingatlah bahwa psikemu- psikeku-psikekita mengandung signal baik dan buruk sekaligus. Kebebasanmu-kebebasanku-kebebasankita dapat memilih yang baik untuk keselamatan bersama.***