Minggu, 28 Februari 2021

Orang Kudus memiliki masa lalu yang baik sedangkan orang yang berdosa memiki masa depan yang lebih baik

 

*P. Benediktus Bere Mali, SVD* 


Renungan Misa Harian
Senin 1 Maret 2021
Daniel 9:4b-10.
Luk.6:36-38

Orang Kudus memiliki masa lalu yang baik sedangkan orang yang berdosa memiki masa depan yang lebih baik 





Sabtu, 27 Februari 2021

Mengapa Abraham memberi anaknya yang tunggal kepada Allah dan Allah memberi Anak-Nya yang Tunggal kepada kita umat-Nya tanpa hitung untung dan rugi?

    *P. Benediktus Bere Mali, SVD* 


Renungan Misa Hari Minggu 28 Februari 2021

Kej.22:1-2.9a.10-13.15-18.

Rom.8:31b-34.

Mrk.9:2-10.



Mengapa Abraham memberi anaknya yang tunggal kepada Allah dan Allah memberi Anak-Nya yang Tunggal kepada kita umat-Nya tanpa hitung untung dan rugi? 



Ada banyak orang yang memberi  dan di antara sekian banyak orang yang memberi hanya cara memberi dalam seluruh bacaan hari ini yang paling sempurna tanpa cacat kekurangan.  Abraham memberi anaknya yang tunggal kepada Allah. Bacaan pertama. Tuhan memberi anak-Nya yang tunggal kepada Umat manusia. Memberi secara total. Memberi secara tuntas. Bacaan kedua. Para murid berdialog tentang memberi secara tuntas. Memberi secara total. Yesus memberikan seluruh diri secara total untuk menyelamatkan manusia sampai mati dan bangkit kembali sebagai puncak kemenangan dari Yesus memberi secara total. Beri secara total. Beri secara tuntas. Yesus memberi otak-Nya, Rasa-Nya at home di dunia, aksi-Nya fokus melayani, dan seluruh diriNya untuk keselamatan universal, untuk kebaikan komprehensive, untuk kebenaran menyeluruh. 


Buah memberi secara total, secara  tuntas dialami Abraham. Tuhan memberi secara tuntas, memberi secara total kepada Abraham dengan keturunan-nya seperti pasir di laut dan bintang di langit.  Tuhan memberi kuasa kepada Abraham untuk melayani Tuhan secara total, secara tuntas.  Tuhan memberi  harta Tanah yang luas kepada Abraham. Abraham menjadi Bapa Para Bangsa. 


Beri secara total itu seperti apa?  Contohnya Saya punya dua baju baru saja. Satu untuk Saya pakai. Setelah kotor saya akan cuci dan yang satunya akan saya pakai. Tetapi Saya melihat saudara di depan mata saya tidak punya pakaian. Saya beri baju baru yang lain itu kepadanya. Saya beri ya Saya tulus memberi. 


Bahasa konkrit dari bahasa korban persembahan Abraham.  Bahasa konkrit untuk semua golongan agar mereka mengerti. Pengertian yang baik dan tepat serta benar tentang korban/memberi tulus, pendengar Kotbah, mudah untuk mereka laksanakan di dalam hidup mulai di dalam keluarga dan dalam masyarakat. 

Hari ini, tema memberi tulus dalam Kitab Suci itu seperti Abraham yang memberikan anaknya tunggal satu-satunya kepada Allah dan Allah memberikan anak-Nya yang Tunggal satu-satunya kepada Umat manusia untuk menyelamatkan dunia.  

Kitab Suci hari ini membimbing kita untuk memberi secara tuntas, total, tidak menghitung untung rugi. Abraham menghitung untung rugi pasti tidak memberikan anaknya kepada Tuhan.***

Jumat, 26 Februari 2021

Mengapa di antara sekian banyak anak-anak dunia yang mencintai orang yang berbuat baik tetapi membenci musuh-musuhnya ini, justru Yesus berkata kepada murid-murid-Nya untuk mencintai musuh-musuh dan berdoa bagi mereka?

    *P.Benediktus Bere Mali, SVD*


Renungan Misa Harian

Sabtu 27 Februari 2021

Ul. 26:16-19

Mat. 5:43-48


Mengapa di antara sekian banyak anak-anak dunia  yang mencintai orang yang berbuat baik tetapi membenci musuh-musuhnya ini, justru Yesus berkata kepada murid-murid-Nya untuk mencintai musuh-musuh dan berdoa bagi mereka?  


Karena untuk menjadi sempurna seperti bapa di Surga dan menjadi anak-anak Bapa di Surga, mereka semestinya  mencintai dan mendoakan musuh-musuh sebagai cetusan kasih Sempurna Allah di Surga bagi manusia itu bagaikan Matahari-Nya bersinar bagi semua orang baik dan jahat.  Demikian juga hujan-Nya diturunkan bagi orang baik dan orang jahat. Mereka harus meninggalkan cara hidup anak-anak dunia ini yang mencintai orang baik tetapi membenci orang jahat, menuju menjadi anak-anak Bapa di Surga yang mencintai musuh dan mendoakan para musuh. Itulah cara atau jalan para murid-Nya menjadi sempurna seperti Bapa di Surga yang adalah sempurna. 


Dengan kesempurnaan kasih yang ada dalam diri kita, kita dapat  mencintai musuh-musuh Kita dan mendoakan mereka agar mereka pun mencintai dan mendoakan musuh-musuhnya.


 Kesempurnaan dalam Allah di Surga itu dapat dialami, ketika orang sampai pada tahap dapat menerima sisi penderitaan salib sebagai bagian dari hidup yang sempurna. Di dunia ini, orang  tidak mau mengalami hidup yang menderita. Orang di dunia ini  maunya hidup yang enak-enak saja yang diterima sedangkan yang menimbulkan hidup menderita cenderung ditolak. ***

Kamis, 25 Februari 2021

Mengapa Yesus berkotbah di Bukit kepada orang banyak khususnya murid-murid-Nya tentang hidup keagamaan mereka harus lebih baik daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi supaya dapat masuk Surga?

    *P.Benediktus Bere Mali, SVD* 


Yeh.18:21-28

Mat.Mat 5:20-26



Mengapa Yesus berkotbah di Bukit kepada orang banyak  khususnya murid-murid-Nya tentang hidup keagamaan mereka harus lebih baik daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi supaya dapat masuk Surga? 




Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah orang- orang terkemuka yang memiliki status sosial tinggi karena menjadi pemimpin dan pembicara unggul di depan publik dan memiliki kemampuan untuk mengkritik terhadap cara hidup mereka yang bertentangan dengan hukum Taurat. 


Tetapi semua yang mereka lakukan sesungguhnya hanya untuk memuliakan diri sendiri dan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Mereka menggunakan semua yang berhubungan dengan keagamaan Yahudi hanya sebagai alat untuk memenuhi keinginan dan kepentingan diri sendiri. Mereka pandai berbicara secara meyakinkan di depan publik  tetapi tidak melakukan apa yang mereka katakan. 


Keadaan itulah menjadi alasan Yesus berkotbah kepada orang banyak di atas bukit supaya hidup keagamaan mereka semestinya lebih dari hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.  Kalau orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat hanya hadir dalam berbicara mantap di depan publik tetapi hilang dari aksi nyata di lapangan maka mereka yang sedang mendengat kotbanya di atas bukit semestinya hadir dalam perkataan dan juga tidak hilang dalam pelaksanaan apa yang mereka katakan dan ajarkan. Dengan demikian terjadi dan ada spiritualitas kehadiran dalam kata dan perbuatan nyata sehari-hari.


Spiritualitas kehadiran fisik dalam dunia Maya zaman ini memiliki tantangan tersendiri  dalam diri pemimpin dan anggota yang dipimpin sendiri terjadi kehilangan hakekat spiritualitas kehadiran baik di level pemahaman, perkataan dan perbuatan, perasaan, masuk pada level program harian-bulanan-tahunan,  implementasi program, selama implementasi semestinya ada monitor, evaluasi, revisi utk tujuan kebaikan bersama secara smart. ***

Rabu, 24 Februari 2021

Mengapa Hukum Emas Alkitab Itu cocok untuk semua orang lintas batas?

     *P.Benediktus Bere Mali, SVD*

Renungan Misa Harian

Kamis, 25 Februari 2021

Est. 4:10a.10c-12.17-19

Mat. 7:7-12


Mengapa Hukum Emas Alkitab  Itu cocok untuk semua orang lintas batas? 

Isi hukum emas Alkitab adalah: "segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka"


Hukum emas ini menjadi isi seluruh hukum Taurat dan Kitab Para Nabi. Dengan kata lain, seseorang meminta orang lain berbuat baik benar adil kepadamu, lakukanlah itu juga pada sesamammu. Pengimplementasian hukum emas di dalam hidup bersama sangat dibutuhkan peran pemimpin untuk memonitor secara teratur, mengevaluasi secara teratur, revisi bila sangat dibutuhkan. Untuk monitor,  evaluasi,  dan  revisi bagaimana keberhasilan  implementasi di dalam konteks hidup komunitas tempat tinggal kita, maka pemimpin bersama team pemimpin semestinya menentukan jadwal pertemuan harian, mingguan, bulanan, triwulan, semesteran, tahunan. 


Fariabel yang menjadi fokus implementasi hukum emas, sesuai kapitel adalah spiritualitas, komunitas, kepemimpinan, keuangan, dan formasi.  


Mengapa jadwal pertemuan untuk monitoring, evaluating, dan revisi, dalam implementasi hukum emas dalam fariabel spiritualitas, komunitas, kepemimpinan, keuangan, dan formasi, sangat penting dalam kehidupan bersama yang ideal atau menjadi model?  Karena disiplin memonitor terhadap implementasi hukum emas dalam bidang spiritualitas, komunitas, kepemimpinan, keuangan, dan formasi dapat menciptakan komunitas ideal komunitas model. Hal ini dapat mengurangi kesalahan pribadi dan kesalahan komunitas. Hal ini dapat membatasi kesalahan pribadi dan kesalahan sosial atau komunitas. Dengan kata lain hal ini dapat menyembuhkan komunitas. Hal ini dapat menyelamatkan komunitas. Semuanya dapat berjalan dengan baik sangat tergantung pada leader bersama team leader.***

Selasa, 23 Februari 2021

Mengapa Yesus tidak memberi tanda kepada orang-orang yang mengerumuni-Nya Selain tanda Yunus?

  *Benediktus Bere Mali, SVD*


Yun.3:1-10

Luk.11:29-32


Mengapa Yesus tidak memberi tanda kepada orang-orang yang mengerumuni-Nya Selain tanda Yunus? 


Orang Niniwe yang berlaku jahat setelah mendengar pewartaan Yunus berpuasa dan bertobat. Berpuasa berarti mengosongkan diri agar Tuhan memenuhi ruang hati, budi sehingga kata dan aksi yang muncul ke permukaan berwarna kehendak Allah bukan lagi kehendak yang bertentangan dengan Tuhan. Bertobat berarti berjalan dari jalan kejahatan kepada jalan kebaikan sempurna Tuhan Yesus sumber kaum beriman Katolik. Ratu dari Selatan ketika mendengar Salomo, datang kepada Salomo untuk mempelajari kebijaksanaan Salomo. Yesus adalah tanda istimewa lebih dari tanda Salomo dan tanda Yunus. Orang- orang yang mengerumuni Yesus meminta tanda. Tetapi Yesus tidak memberi tanda kepada mereka karena Yesus adalah Tanda Allah yang hadir dan menyelamatkan, tetapi mereka tidak mengerti dan tidak percaya kepada-Nya. Hidup mereka masih seperti yg dulu sebagai manusia lama. 


Prapaskah bagi Kita merupakan sebuah  kesempatan untuk beralih dari manusia lama menuju manusia baru. Tanda manusia baru adalah manusia yang bertobat  dari dosa-nya. Tuhan berbelaskasih pada orang yang bertobat. Tuhan menyelamatkan orang yang bertobat .

Senin, 22 Februari 2021

Mengapa penulis Injil Matius mengakhiri doa Bapa Kami dalam bacaan Injil hari ini dengan pengampunan terhadap sesama sebagai hal yang sangat penting ?

   *P. Benediktus Bere Mali, SVD* 


Renungan Misa Harian 

Selasa 23 Februari 2021

Yes.54:10-11

Mat.6:7-15


Mengapa penulis Injil Matius  mengakhiri doa Bapa Kami dalam bacaan Injil hari ini dengan pengampunan terhadap sesama sebagai hal yang sangat penting ?

 

Pengampunan sesama dengan tulus dan ikhlas membuat  situasi dan kondisi  diri yang layak untuk menerima pengampunan dari Tuhan. Tetapi orang yang rajin berdoa bapa kami tetapi tidak dapat mengampuni orang, maka Allah pun tidak akan mengampuninya. 


Untuk Tuhan mengampuni dosa kita, kita memiliki sakramen pengakuan secara langsung tatap muka atau langsung bertemu dengan imam dalam situasi dan kondisi  yang normal. 

Tetapi pada masa pandemi covid-19 ini, orang dan keluarga sulit tatap muka dengan imam untuk menerima sakramen pengampunan dosa dari seorang imam tertahbis.

Pada masa seperti ini yang paling penting adalah bertobat secara tulus dari dalam hati sendiri menjadi hal yang paling penting. Mengampuni  semua yang menyakiti hati kita di waktu lalu secara tulus, menjadikan kita berdoa bapa kami secara layak di mata Tuhan. Tuhan Tahu isi hati kita yang berdoa Bapa kami. Tuhan pasti mengabulkan doa bapa kami yang lahir dari sebuah hati tulus mengampuni sesama. Ampunilah sesamamu maka Allah mengampuni dosa-dosamu.   ***



Minggu, 21 Februari 2021

Mengapa di antara begitu banyak orang yang hebat, Justru Petrus yang terpilih memegang Kunci Kerajaan Surga?

  *Benediktus Bere Mali, SVD*



Misa Hari Senin 22 Februari 2021

pesta Tahkta St.Petrus 


1Ptr. 5:1-4

Mat.16:13-18


 Salah satu tema ensiklik Fratelli Tuti dari Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2020 adalah "individualisme Radikal" dalam 4 Pilar yaitu dalam pilar politik orang mencari jabatan atau kuasa dengan menghalalkan segala cara hanya untuk kepentingan pribadi dalam level psikologis dan untuk kepentingan kelompok atau golongan dalam tingkat sosiologis. Kedua, pilar Religious, orang menggunakan  Agamanya yang mayoritas dengan menafsir ayat Kitab Suci Agama sesuka hati tanpa bijaksana, memanipulasi data Kitab Suci untuk mengontrol kelompok minoritas hanya  untuk mencari keuntungan diri sendiri dan kelompoknya, misalnya kelompok fundamentalist teroris. Pilar Budaya, orang menggunakan budaya mayoritas sebagai alat untuk menindas kelompok minoritas misalnya kelompok adat, tanpa kemanusiaan dan solider, hanya untuk mencari keuntungan dan kepentingan diri sendiri dan hanya untuk kepentingan kelompoknya . Pilar ekonomi,  orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara untuk kepentingan diri sendiri. 


Keempat pilar itu menjadi latarbelakang keprihatinan Gereja Katolik, sekaligus yang menjadi Alasan mendasar dari terbitnya Ensiklik "Fratelli Tuti: Semua Bersaudara: Persaudaraan dan Persahabatan Sosial," yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus. Sikap Gereja pada masa puasa ini jelas bahwa di masa prapaskah ini Umat Katolik dipanggil untuk puasa dari kuasa yang menghalalkan segala cara,  kepada pemimpin untuk melayani dengan kasih dan kelembutan dan utamanya memberi contoh bagi masyarakat publik. Pemimpin adalah seorang gembala yang memberi contoh kepada yang dilayani, dengan tulus hati sesuai kehendak Allah, tanpa paksaan, tidak mencari keuntungan diri sendiri. Pemimpin adalah "ing ngarsa sung tulada" bagi mereka yang dilayani dari bangun pagi sampai bangun Pagi kembali di hari berikutnya. Pemimpin menjadi Teladan dan harus bijaksana dalam segala segi bidang kehidupan.


Petrus memiliki keutamaan-keutamaan tersebut maka Petrus diberi kunci kerajaan Surga untuk membuka pintu Surga bagi semua orang agar semua orang  masuk ke dalam Kerajaan Surga. Mereka yang layak masuk ke dalam Kerajaan Surga adalah mereka yang berkuasa untuk melayani dalam kasih dan kelembutan sesuai kehendak Allah Tritunggal Maha Kudus, mereka yang solider dengan semua aneka budaya yang dijumpai dan hidup bersama bertetangga berdasarkan prinsip kemanusiaan universal, mereka menderita bersama sesama yang menderita (compassion), dan mereka yang membagikan apa yang mereka miliki yaitu waktu tenaga, pikiran dan harta kepada sesama yang membutuhkan agar sesama sebagai secitra Allah dapat mengalami kemajuan dan kesejahteraan bersama. 


Selamat Pesta Tahkta St. petrus, sang pemimpin yang melayani Umat Gereja Katolik sesuai kehendak Allah dan umat  yang mau dibentuk sesuai Kehendak Allah agar semua dapat berjalan bersama Sang Sabda berarak memasuki Kerajaan Allah.***

Sabtu, 20 Februari 2021

Mengapa Sebelum Yesus Mewartakan Injil di depan publik di Galilea, Roh membawa Yesus ke padang gurun dicobai Iblis selama 40 hari dan 40 malam?

    *Benediktus Bere Mali, SVD* 


Renungan Hari Minggu 

21 Februari 2021

Kej. 9:8-15

1Ptr.3:18-22

Mrk.1:12-15


Iblis vs Injil


Mengapa Sebelum Yesus Mewartakan Injil di depan publik di Galilea,  Roh membawa Yesus ke padang gurun dicobai Iblis selama 40  hari dan 40 malam?  



Menerima tugas perutusan mewartakan Sabda Allah di depan publik dalam masyarakat Yahudi memiliki syarat utama yaitu usia biologis  minimal 30 tahun. karena itulah Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis pada usia 30 tahun untuk sebuah tugas perutusan. Selain itu pewarta Injil di depan publik harus memiliki kedewasaan dalam hal pengetahuan, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan memiliki kebijaksanaan di dalam hidup bersama. Bijaksana berarti mempertimbangkan semua aspek kehidupan dalam mengambil keputusan untuk berbicara dan bertindak sehingga sulit memberi peluang bagi terjadinya kesalahan fatal dalam melaksanakan tugas perutusan. 


Ada berbagai cara untuk mencapai ideal di atas. Tetapi di dalam Injil hari ini cara spesial untuk meraih ideal di atas melalui retret Agung di Padang Gurun dan dicobai Iblis selama 40 hari dan 40 malam. Yesus mengalami cobaan iblis di padang gurun selama 40 hari  dan Yesus lulus dari cobaan iblis itu. Ia tidak jatuh dalam kuasa iblis yang menyesatkan. Tetapi ia menguasai iblis. 



Dengan lulus dari cobaan iblis di padang gurun ini, ia kini fokus pada mewartakan Injil, pertobatan, dan mengantar semua orang untuk percaya kepada Injil.  Artinya bahwa Yesus tidak terbelenggu oleh persoalan diri dan persoalan dari luar diri yang datang dari iblis. Yesus telah membereskan diri dengan baik. Yesus telah mengurus dirinya secara baik  dan benar. Yesus fokus melayani untuk menyelamatkan semua orang. 


Kita sebagai pengikut Yesus seringkali terhalangi oleh urusan-urusan pribadi yang belum dibereskan secara tuntas sehingga kita belum dapat konsentrasi pada tugas mewartakan Injil kepada sesama. Atau barangkali kita masih sibuk mengurus urusan egoisme dan mengabaikan urusan pelayanan dan pewartaan Injil untuk keselamatan orang lain. Atau barangkali kita masih sibuk dengan harta, takta dan wanita/kenikmatan duniawi dan lupa urus harta surgawi. 

Bacaan Injil hari ini dapat membantu kita untuk pertama-tama bereskan lebih dahulu urusan pribadi lewat cara ret-ret Agung pengolahan diri sebagai persiapan diri untuk menjadi pelayan Injil di depan publik.***

Jumat, 19 Februari 2021

Metanoia Levi

  *Benediktus Bere Mali, SVD*


Renungan Misa Harian

Sabtu 20 Februari 2021


Yes.58:9b-14

Luk.5:27-32


Mengapa orang Farisi dan ahli-ahli Taurat  bersungut-sungut terhadap urusan murid-murid Yesus yang makan bersama Levi dan orang-orang berdosa? 


Pertobatan dirayakan dengan makan bersama. Perjamuan ini adalah sebuah syukur bersama Levi yang bertobat mengikuti Yesus dan hidup bersama Yesus. Bertobat berarti dahulu orang yang jauh dari Yesus baik secara fisik, pikiran, perasaan, dan tindakan, kini dekat dan tinggal bersama Yesus secara fisik, pikiran, perasaan dan tindakan. Demikian intisari "metanoia" dari Levi dalam Injil hari ini. Ia meninggalkan kebiasaannya sebagai pemungut pajak bagi kaisar Romawi, rentan korupsi dan kini ia ikut Yesus meninggalkan semua yang tidak baik dalam level sebagai pemungut pajak.


Levi adalah orang yang terbuka dan membuka diri untuk membentuk dan dibentuk oleh Tuhan Yesus. Ia tidak ingin tenggelam dalam masa lalu yang kelam. Ia sungguh senantiasa menghayati " ecclesia semper reformanda" artinya Gereja terus menerus membentuk dirinya dalam bimbingan Roh Kudus. Setelah ia terbentuk dalam dunia perpajakan, kini ia beralih kepada bertobat dari pemungut pajak yang rentan korupsi, kepada hidup jujur tulus dan terbuka untuk dibimbing berjalan setia bersama sang sabda Allah.

Kamis, 18 Februari 2021

Mengapa para murid Yohanes yang sedang berpuasa merasa aneh saat mereka melihat murid-murid Yesus tidak berpuasa?

   *Benediktus Bere Mali, SVD*


Yes.58:1-9

Mat.9:14-15


Mengapa para murid Yohanes yang sedang berpuasa merasa aneh saat mereka melihat murid-murid Yesus tidak berpuasa?


Keanehan ini cukup penting dibicarakan dan dicari solusi karena untuk menyelesaikan soal aneh ini membutuhkan proses yang tidak gampang tetapi jika dapat menjawabnya maka semua alasan mengapa para murid Yohanes Pembaptis berpuasa dapat temukan jawabannya, dan sekaligus jawaban itu akan meneguhkan iman para murid Yesus dan imam para murid Yohanes Pembaptis.  Jawaban itu sebetulnya sangat sederhana. 

Puasa berarti berjalan kepada Allah dan tinggal bersama Allah sang penyelamat umat-Nya. Allah telah menjadi manusia dan tinggal di antara para murid yaitu Tuhan Yesus sendiri. Maka para murid Yesus tidak berpuasa Karena mereka sedang tinggal bersama Yesus. Jawaban ini membuka jalan lebar bagi semua orang yang sedang berpuasa datang kepada Yesus dan tinggal bersama Yesus. Dengan diskusi tentang puasa dalam Injil hari ini membuat semua orang sadar bahwa berpuasa tidak hanya mengantar diri sendiri kepada Allah tetapi juga  mengantar semua orang kepada Allah. Para murid tidak berpuasa karena tujuan puasa tinggal di dalam Yesus telah terpenuhi. Para murid Yohanes Pembaptis terus berpuasa karena mereka masih berjalan di luar Yesus belum sampai pada tinggal bersama Yesus dan tinggal di dalam Yesus.


Tuhan menerima puasa orang karena puasanya berlangsung secara tulus dan jujur. Hal ini terdapat di  dalam bacaan pertama. Sedangkan orang yang tidak tulus dan jujur dalam mempersembahkan puasanya kepada Tuhan maka Tuhan tidak mengabulkannya. ***



Rabu, 17 Februari 2021

Mengapa mengikuti Yesus harus memikul salib setiap hari?

  *Benediktus Bere Mali*


Ul.30:15-20

Luk. 9:22-25



Orang tidak mau sakit di masa pandemi covid 19 ini. Orang tidak mau cape bekerja di masa pandemi covid 19. Orang memelihara kesehatan otak, tubuh dan rasa serta aksi di masa pandemi covid 19 ini agar usia lebih panjang baik sebagai biarawan biarawati maupun sebagai awam. Ringkasnya manusia lebih menerima hidup enak daripada hidup menderita.



Yesus menerima dan meanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh  tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat. Teladan ini menjadi model atau syarat bagi setiap pengikut Yesus. Seorang yang menjadi pengikut Yesus selalu menerima penderitaannya dan memikul salibnya setiap hari. Penderitaan adalah bagian dari panggilan hidup itu sendiri baik sebagai awam maupun sebagai imam, biarawan dan biarawati. 


Saya sangat terkesan dengan seorang imam senior   mantan Provincial sebuah kongregasi yang mengalami sakit serius tetapi ia enjoy menerima dan mengalaminya. Sebagai imam muda, saya tanya, apa kuncinya pater tampil senyum walau derita fisik sangat hebat. Jawabannya sangat membuat saya surprise, saya menikmati derita salib saya sebagai sebuah panggilan menuju kesempurnaan hidup sebagai pengikut Yesus. Psikologi perkembangan pun indah mengatakan bahwa orang yang bahagia di usia senja dan menikmati deritanya adalah orang yang sehat secara psikologis.***


Senin, 15 Februari 2021

Mengapa Yesus mengatakan kepada para murid-Nya supaya mereka berjaga-jaga dan waspada terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes?

    *P.Benediktus Bere Mali,SVD*



Renungan Misa Harian

Selasa 16 Februari 2021

Kej. 6:5-8.7:1-5.10

Mrk.8:14-21


Mengapa Yesus mengatakan kepada para murid-Nya supaya mereka berjaga-jaga dan waspada terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes?


Para murid semestinya selalu waspada terhadap ragi Farisi yang munafik dalam penampilan  kata yang bertentangan dengan tindakan dengan tujuan hanya untuk mencari dan menemukan kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri. Artinya orang Farisi memanipulasi data demi egoisme pribadinya sendiri. Demikian juga ragi Herodes harus diwaspadai karena Herodes menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya, untuk mengontrol semua orang dan sumber daya alam, tidak ingin disaingi oleh orang lain yang lebih berkualitas, mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Data Kitab suci menunjukan bahwa ia tidak mau dinasti status quo- takta-harta-tidak mau disaingi oleh orang lain yang lebih unggul. Herodes menghalalkan segala cara termasuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir seumuran Yesus di kota Bethlehem dan sekitarnya karena Yesus Raja Israel baru lahir di Bethlehem. Selain takta-harta,  wanita dicari untuk memuaskan libidonya dengan menghalalkan segala cara. Herodes tidak ingin ditegur oleh siapapun atas pelanggaran moral yang dilakukannya yaitu ia mengambil Herodias isteri Filipus saudaranya, menjadi isterinya. Herodes memenggal kepala Yohanes Pembaptis yang menegurnya atas pelanggaran moral tersebut.


Dalam bacaan pertama, ditampilkan bahwa di antara sekian banyak orang yang jahat, masih ada Nuh bersama keluarganya yang diberkati Tuhan dan menjadi teladan bagi keluarga-keluarga di dunia sepanjang zaman. Nuh setia berjalan di Jalan kebaikan di mata Tuhan di antara mayoritas yang melakukan kejahatan di mata Allah. Nuh diselamatkan dan menjadi babak kedua sejarah manusia dalam Kitab Suci setelah Adam dan Hawa. Nuh diselamatkan di Laut dalam perahu Nuh setelah lewat babak sejarah keselamatan Adam dan Eva di darat di Taman Eden berakhir. Apakah kelak Tuhan menyelamatkan alam semesta di udara, setelah di darat dan air? Bagi Allah tidak ada yang mustahil.


Pengalaman di Taman Eden Adam dan Hawa yang diawalinya dalam kesempurnaan itu diakhiri oleh dosa manusia sehingga yang kosmos Eden menjadi keos. Tuhan memulai dengan pembersihan air bah dan keturunan keluarga Nuh yang diselamatkan untuk melanjutkan babak kedua sejarah keselamatan dalam Kitab Suci.


Pesan bagi kita, kita fokus pada jujur dalam kata dan perbuatan karena itulah jalan  bagi Tuhan mengalirkan Rahmat-Nya bagi kita secara efektif. Kita berharap seperti Nuh bersama keluarga dan semua makhluk ciptaan-Nya dalam perahu Nuh yang Tuhan selamatkan. Kita ingin dunia ini dibangun tidak dengan kuasa, kontrol, kumpul harta, kompetisi dengan halalkan segala cara demi ego pribadi semdiri. Tetapi kita memiliki kemauan yang kuat untuk membangun  dunia mulai dari lingkungan komunitas keluarga kita dengan ketekunan lembut tanpa menggunakan kekerasan, menderita bersama sesama yang menderita, berbagi harta dengan sesama, dan bersimpati dengan budaya sesama yang kita jumpai.***

Minggu, 14 Februari 2021

Mengapa Yesus tidak memberi tanda kepada orang-orang Farisi yang datang meminta pada-Nya suatu tanda dari Surga?

   *Rm. Benediktus Bere Mali, SVD*

 

Renungan Misa Harian

Senin 15 Februari 2021

Kej.4:1-15.25

Mrk.8:11-13

 

Mengapa Yesus tidak memberi tanda kepada orang-orang Farisi yang datang meminta pada-Nya suatu tanda dari Surga? Yesus memiliki alasan tersendiri tidak melayani orang-orang Farisi yang meminta tanda daripada-Nya karena mereka tidak jujur dan mereka memiliki intensi untuk mencobai Yesus. Tuhan Yesus mengetahui intensi jahat orang-orang Farisi yang meminta tanda dari Yesus untuk menjerat Yesus. Yesus tegas tidak melayani permintaan orang-orang Farisi dan meninggalkan mereka. Tuhan Yesus tidak melayani orang Farisi dan meninggalkan mereka ini tentu menciptakan kemarahan dan permusuhan terhadap Yesus. Kemarahan mereka berpucak pada menangkap Yesus dan menyiksa Yesus di salib dan wafat di Kayu Salib. 

 

Bacaan pertama jelas menyampaikan Kain yang berhati jahat dalam mempersembahkan bahan persembahannya kepada Tuhan sehingga Tuhan tidak menerima bahan persembahannya. Sedangkan bahan persembahan Habel adiknya Tuhan terima. Kain membunuh Habel karena hati yang jahat yang telah diketahui Tuhan. Ia membunuh Habel yang persembahannya diterima Tuhan. Ia jengkel pada Habel adiknya karena persembahannya diterima Tuhan sedangkan bahan persembahan dari hasil pertaniannya kepada Tuhan itu tidak dikabulkan.

 

Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tegas terhadap orang yang berhati jahat dan bertindak jahat terhadap sesamanya. Bacaan pertama menampilkan bahwa Tuhan mengutuk orang yang membunuh sesamanya karena hidup itu milik Tuhan bukan milik manusia. Tuhan juga marah pada orang Farisi yang tidak jujur dalam meminta Yesus untuk memberikan tanda dari surga. Kemarahan itu terungkap dalam Yesus tidak melayani keingingan mereka untuk mencobai Yesus dan langsung Yesus meninggalkan mereka. Tuhan mengutuk Kain karena ia membunuh Habel saudaranya. 

 

 

Kita minta Tuhan Yesus mengabulkan doa kita. Permintaan kita itu tidak akan sia-sia kalau kita meminta berdasarkan kebutuhan tetapi bukan menurut keinginan kita. Lebih dari itu kita mengharapkan komunikasi dengan Tuhan melalui persembahan doa, material dan kegiatan kita berdasarkan hati jujur dan tulus maka semua persembahan kita dikabulkan. Kita yakin bahwa orang jujur di hadapan Tuhan yang membawa persembahkan kepada Tuhan, pasti Tuhan kabulkan. Tetapi orang yang tidak jujur, pasti Yesus marah tidak memberi pelayanan dan bahkan meninggalkan orang-orang yang  meminta untuk dilayani. ***

Mengapa Orang Sakit kusta yang disembuhkan itu tidak pergi kepada para imam sesuai perintah Yesus tetapi justru melanggar larangan Yesus untuk wartakan kepada siapapun tentang penyembuhannya itu?

  


Mengapa Orang Sakit kusta yang disembuhkan itu tidak pergi kepa




 *Benediktus Bere Mali*

 


 

Renungan Misa Hari Minggu

14 Februari 2021 

Im 13:1-2.44-46

1Kor.10:31-11:1

Mrk.1:40-45



Mengapa orang yang disembuhkan dari sakit kustanya itu langsung mewartakan berita sukacita itu kepada orang banyak walaupun Tuhan Yesus melarangnya untuk melakukan itu, padahal Yesus memberi tugas dan kewajiban bahwa ia harus memperlihatkan diri kepada para imam sebagai bukti bahwa ia sudah sembuh sesuai hukum Musa? 

Benar sekali Yesus menegaskan bahwa orang yang sembuh dari sakit kusta itu harus pergi  kepada imam. Mengapa?

Karena imam Agama Yahudi memiliki peran ganda yaitu sebagai tabib yang menentukan seseorang itu memiliki gejala kusta dan didiagnosis kusta dan setelah berobat di tempat isolasi, dan sesudah sembuh ia harus mendapat keputusan resmi dari imam setelah melihat gejalanya tidak ada lagi dan dengan demikian dinyatakan secara resmi bahwa ia telah sembuh. 

Anehnya bahwa orang yang sembuh itu tidak lakukan perintah Yesus itu. Tetapi justru  orang yang telah sembuh itu pergi mewartakan warta sukacita itu kepada orang banyak. Mengapa? 


Dari kacamata orang yang sembuh itu hal ini menunjukan bahwa dia tidak perlu lapor diri kepada para imam Yahudi yang memiliki peran ganda sebagai tabib, pemimpin doa di rumah ibadat, hakim dan pemimpin politik tetapi mereka tidak dapat menyembuhkan sakitnya. Mereka menempati posisi imam hanya untuk mencari kemuliaan diri seperti apa yang tertulis di dalam bacaan kedua.  Mereka hanya pandai menentukan bahwa berdasarkan gejala, orang itu sakit kusta tetapi tidak mencari solusi atau tidak dapat menyembuhkan. 

Baginya Yesus adalah imam utama dan imam sejati yang berperan sebagai pemimpin doa di Bait Allah, hakim yang menentukan hukuman bagi yang melanggar hukum, dan sebagai tabib yang menyembuhkan. 

Ia kini sudah hidup dalam era baru Yesus bukan lagi dalam era lama imam perjanjian lama lagi. Baginya Yesus adalah fokus dan itulah yang ia sebarluaskan kepada semua orang agar semua orang juga beralih dari imam perjanjian lama kepada imam perjanjian baru di dalam diri Yesus. Ia melakukan semua itu untuk kemuliaan Tuhan Yesus bukan untuk mencari kemuliaan diri sendiri. la bukan lagi hidup di bawah imam perjanjian lama yang hanya mencari kemuliaan diri sendiri. Ia kini telah menjadi manusia baru dalam Yesus tabibnya dan tabib kita semua.***



Sabtu, 13 Februari 2021

Orang Sakit Membutuhkan Penyembuh

  *Benediktus Bere Mali*

 


 

Renungan Misa Hari Minggu

14 Februari 2021 

Im 13:1-2.44-46

1Kor.10:31-11:1

Mrk.1:40-45

 

 

 

Orang kusta menderita ganda yaitu sakit fisik, sakit sosial, dan sakit psikologis. Dalam pandangan orang Yahudi, orang yang sakit kusta diasingkan dari kehidupan sosial. Hal ini berdampak juga pada tekanan psikologis bagi orang yang sakit kusta yang dijauhkan dari pergaulan social sehari-hari agar ia tidak menularkan penyakit kusta kepada sesama.


Tetapi orang kusta dalam Injil hari ini masih tetap memiliki harapan secara spiritual. Predisposisi spiritual inilah mendorongnya datang kepada Yesus. Benar bahwa secara fisik, sosial, psikologis orang kusta itu sakit. Secara fisik ia sakit kusta. Secara sosial, ia diasingkan dari masyarakat. Dengan ditolak secara sosial ini secara langsung berdampak pada gangguan psikologis. Secara spiritual, orang-orang yang beragama Yahudi pun mengakui bahwa orang sakit kusta itu adalah orang yang dilarang berdoa dan beribadah secara bersama-sama di dalam rumah doa Agama Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa hampir di dalam semua segi kehidupan, orang kusta diasingkan, tidak disentuh oleh orang lain dan tidak menyentuh orang lain karena orang sakit kusta yang menyentuh dan disentuh dapat menajiskan dan dinajiskan.


Meskipun demikian situasi dan kondisi yang sangat sulit, orang yang sakit kusta ini datang kepada Yesus sebagai penyembuh. Orang sakit kusta ini datang kepada Yesus sebagai imam, pemimpin politik,  hakim dan tabib. Tugas imam adalah pemimpin ibadah dalam rumah ibadah. Tugas Pemimpin politik tampak di dalam memberikan yang terbaik bagi kehidupan publik. Peran hakim tampil di dalam menghukum yang jahat dalam hidup bersama. Peran tabib muncul dalam memyembuhkan orang sakit demam, buta, tuli, bisu, dan kerasukan roh jahat.

 

Orang sakit kusta ini datang kepada Yesus tentu memiliki alasan yang kuat bahwa ia telah melihat atau mendengar tentang Yesus sebagai tabib yang dapat menyembuhkan orang tuli, bisu, buta, demam, dan bahkan membangkitkan orang yang telah mati. Imannya muncul dari pendengaran dan penglihatan terhadap mukjizat penyembuhan dari Tuhan Yesus. Imannya itu memandunya pergi kepada Yesus meminta Yesus menyembuhkannya. Ia benar sakit fisik dan sakit sosial serta sakit psikologis. Tetapi ia masih memiliki kekuatan bahwa ia memiliki iman yang kuat kepada Yesus sebagai tabib yang dapat menyembuhkan.  Berkat imannya itu Tuhan Yesus menyembuhkannya. 


Setelah disembuhkan, Yesus mengutusnya untuk memperlihatkan diri kepada para imam sesuai hukum Musa. Seorang imam dalam agama Yahudi memiliki peran sentral yaitu sebagai pemimpin doa di Bait Allah, sebagai pemimpin politik yang memberikan yang terbaik kepada kepentingan bersama, sebagai hakim yang menghukum yang salah, dan sebagai tabib yang menyembuhkan orang sakit. Orang sakit kusta yang sembuh semestinya tunjukan diri kepada para imam dan melaksanakan ritus sembuh dari sakit kusta yang dipimpin oleh imam di Bait Allah dengan segala persyaratan yang dipenuhi oleh orang sakit yang telah sembuh dari sakitnya. Imam sebagai tabib yang mendiagnose  orang sakit kusta dan dinyatakan telah sembuh dari kustanya sehingga secara legal orang yang telah sembuh itu kembali bergabung dengan orang lain dalam kehidupan sosial dan spiritual. 


Apakah peran ganda para imam sekarang ini serupa dengan multi-peran para imam seperti dalam bacaan Injil hari ini?



***

 

 

Jumat, 12 Februari 2021

Hidup adalah kesempatan berbuat baik berdasarkan kehendak Orang Tua dan Tuhan

 *Benediktus Bere Mali*

 

Sumber Refleksi Pribadi

Sabtu 13 Februari 2021

Kej.3:9-24

Mrk.8:1-10

 

Orang tua memberikan semua yang terbaik kepada anak-anaknya.  Orang Tua juga memberikan aturan hidup dalam keluarga kepada anak-anak untuk kebaikan bersama. Ketika anak melanggar aturan sesuka hatinya, pasti orang tua yang mencintai anaknya marah pada anaknya yang hidup tanpa aturan. Terutama aturan tentang nama baik orang tua yang taat setia melaksanakan ibadah, ketika anaknya melanggar aturan moral keluarga dan agamanya, pasti suatu ketika orang tua marah lalu mengusir anaknya dari rumah. 

 

Tuhan dalam bacaan-bacaan suci hari ini seperti orang tua yang baik hati bagi anak-anaknya. Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Ciptaan-Nya itu diserahkan kepada manusia pertama Adam dan Hawa. Tuhan memberikan aturan kepada Adam dan Hawa di taman Eden. Aturan itu tampak pada pohon pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan dan buah pohon itu tidak boleh dimakan. Tuhan juga menciptakan manusia dilengkapi dengan kebebasannya. Kebebasannya ini digunakan untuk mengikuti kehendak Allah dalam perkataan dan perbuatan yang dapat diukur indera mata anggota komunitas.  


Adam dan Hawa dalam hidupnya di Taman Eden tidak taat pada aturan. Mereka makan buah pohon terlarang. Ketika Tuhan mendatangi mereka di taman Eden, Adam dan Hawa telanjang, merasa malu dan bersembunyi karena mereka tidak setia pada Allah. Tuhan bertanya tentang mengapa telanjang dan merasa malu, tetapi mereka tidak langsung menjawabi-Nya pada inti persoalan bahwa karena mereka telah menggunakan kebebasan mereka untuk memilih makan buah pohon yang terlarang itu. Justru yang tampak saat Tuhan bertanya adalah mereka saling menuduh. Hawa menuduh ular yang menggoda sehingga ia memetik buah terlarang itu lalu makan buah terlarang itu. Adam menuduh Hawa yang memetik dan memberi buah pohon terlarang itu kepadanya sehingga ia pun makan buah terlarang itu.

 

Saling menuduh ini dapat melemahkan kebersaamaan sebagai sebuah keluarga dan komunitas. Tuhan tegas memarahi lalu mengusir mereka dan mengutuk mereka. Manusia itu pun meninggalkan Taman Eden dan pergi mengolah tanah dengan kerja tangan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuhan menyediakan tanah dan dari tanah itulah mereka tercipta dan mereka kembali ke tanah itu.  Mereka harus bekerja untuk mendapat hasil kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka bekerja sendiri mencari sesuap nasi bagi hidupnya.

 

Sebaliknya dalam Injil hari ini Yesus memberikan makanan kepada begitu banyak orang yang mengikuti Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Orang banyak yang mengikuti Yesus itu kurang-lebih berjumlah 4000 orang.  Yesus penuh belaskasihan kepada orang banyak itu. Dengan menggandakan tujuh ketul roti dan dua ekor ikan yang ada pada para murid-Nya, Yesus bersama para murid-Nya memberi makan kepada orang banyak yang mengikuti Yesus dan mendengarkan Yesus.

 

 

Pesan bagi kita ada dua. Seperti dalam bacaan pertama, kita dapat belajar dari orang yang menggunakan kebebasannya untuk tidak mentaati aturan Tuhan, sehingga Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden. Mamma bagi Kita adalah bahwa kita semestinya taat dan setia kepada aturan Tuhan yang senantiasa menyelamatkan, maka pasti Tuhan memberikan rahmat yang berlimpah ruah kepada kita. 


Kita juga belajar dari bacaan Injil hari ini, bahwa semua orang yang mendengarkan Yesus secara rohani, pasti mendapat kekuatan spiritual yang baik, dan Tuhan tidak membiarkan mereka mati kelaparan. Tuhan memberikan makanan fisik kepada mereka setelah mendapat makanan spiritual dari Tuhan Yesus. Kita sebagai pelayan umat Allah dan sebagai pengiktut Yesus pada zaman ini semestinya perlu mengatur secara baik antara kebutuhan akan material dan spiritual secara seimbang, seperti dalam bacaan Injil hari ini, sehingga dengan demikian kehidupan kita menjadi utuh antara keduanya.***



 

 

 

Orang yang merasa tidak sakit yang tidak membutuhkan penyembuh


*Benediktus Bere Mali*


Refleksi Misa Harian

Jumat 12 Februari 2021

Kej.3:1-8

Mrk.7:31-38

 

 

Banyak orang yang menuntun kita kepada jalan yang baik dan benar dan indah menuju masa depan yang cerah. Tetapi di antara sekian banyak pengarah itu tidak kalah penting perannya adalah ibu dan ayah kita yang sejak awal mula di dalam Rahim ibu telah memiliki rencana yang mantap bagi masa depan kita kelak. Seluruh energi orang tua dicurahkan untuk menyertai kita sampai kita menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri. 

 

Allah pencipta dalam bacaan-bacaan suci hari ini seperti kedua orang tua kita. Allah menyediakan segala sesuatu bagi manusia yang diciptakan-Nya. Semua yang diciptakan-Nya itu diberikan kepada manusia pertama Adam dan Hawa yang Allah Bapa ciptakan. Manusia diberi kuasa untuk mengatur semua ciptaan yang Allah Bapa serahkan kepadanya dengan aturan yang jelas dan tegas kepada Adam dan Eva di Taman Eden. Aturan itu adalah pohon pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan yang memberi pengertian kepada manusia tentang kebaikan dan kejahatan itu sendiri. Pohon itu Tuhan letakan di Taman Eden untuk memberikan pengertian tetapi buah pohon itu tidak boleh dimakan oleh siapapun. Manusia yang diciptakan Tuhan itu dilengkapi dengan kebebasannya. Tuhan memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Tuhan memberi kuasa, kebebasan dan kepastian aturan. Tuhan memberikan psikoedukasi yang jelas, tepat dan benar bagi keselamatan manusia dan ciptaannya.  

 

Simbol penggoda manusia tampil dalam ular yang licik menggunakan Bahasa manusia dan berdialog dengan manusia untuk menggunakan kelemahannya untuk menjerumuskannya ke dalam jalan yang bertentangan dengan jalan Tuhan. Tuhan telah mengedukasi manusia untuk tidak makan buah terlarang dari pohon pengetahuan yang memberi pengertian tentang kebaikan dan kejahatan. Tetapi manusia mengikuti keinginan ular yang menggoda Hawa untuk makan buah pohon terlarang itu sehingga mereka menjadi malu dan merasa bersalah karena telah melanggar aturan Tuhan dengan sadar tahu dan mau. Mereka menjadi buta dan tuli serta bisu pada suara Tuhan karena dikuasai oleh ular yang merayu dan menggoda. Tuhan datang menemui mereka dalam keadaan telanjang dan malu yang sangat mendalam.  Mereka sudah terlanjur jatuh dalam melanggar aturan Tuhan dan mereka mengharapkan belaskasihan Allah Bapa untuk menyembuhkan rasa bersalah yang sedang menghantui mereka. Mereka telah menjadi bisu dan tuli secara rohani terhadap kehendak Tuhan.

 

Bacaan Injil hari ini menampilkan orang tuli dan bisu secara fisik. Orang bisu dan tuli itu datang kepada Tuhan Yesus dengan iman yang mendalam. Tuhan Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan bisu sehingga ia dapat berbicara dan mendengar. Penyembuhan fisik ini bermakna bagi kita bahwa kita pun adalah orang yang bisu dan tuli akan kehendak Allah yang kita mengerti-Nya sebagai penyelamat kita dan alam semesta seperti yang telah terjadi dalam diri Adam dan Hawa di dalam bacaan pertama. Berkat teladan orang bisu dan tuli dalam bacaan Injil ini yang datang kepada Yesus untuk disembuhkan, kita yang bisu dan tuli secara rohani juga datang kepada Yesus untuk disembuhkan-Nya dari sakit tuli dan bisu rohani agar kita kembali dapat berbicara dan mendengarkan Suara Allah yang selalu mengarakan kita kepada jalan yang menyelamatkan kita, sesama dan alam sekitar.***

Rabu, 10 Februari 2021

Modal tidak tahu malu untuk menyembuhkan sesama dan disembuhkan

 Refleksi Misa Harian

Kej.2: 18-25

Mrk.7:24-30


Merasa malu dan tidak malu adalah satu hal yang menjadi bagian dari hidup kita. Orang tidak merasa malu ketika berada dalam situasi normal dalam berbicara dan beraksinya diterima oleh aturan bersama baik yang ditentukan Tuhan dan mayoritas manusia menerimanya sebagai pedoman hidup bersama maupun aturan-aturan yang ditentukan oleh manusia untuk kepentingan keselamatan bersama. Sebaliknya orang merasa malu ketika ia berbicara dan perilakunya terasa asing bagi aturan hidup bersama termasuk aturan yang ditentukan oleh Allah bagi manusia. 


Bacaan pertama tentang Adam dan Hawa telanjang tetapi tidak merasa malu karena sesuai aturan Tuhan yang menciptakan mereka untuk mengambil bagian di dalam karya penciptaan Tuhan. Perempuan Yunani dari Siro-Fenisia dalam bacaan Injil hari ini merasa tidak malu datang kepada Yesus mohon kesembuhan anaknya perempuan yang sedang mengalami kerasukan roh jahat. Sekalipun Tuhan Yesus cukup menantangnya sebagai ujian terhadap sejauh mana imannya kuat kepada Yesus, tetapi ia tetap memiliki iman yang kokoh. Ia tidak merasa ciut mendengar tantangan dari Yesus. Justru ia semakin tertantang ia semakin tegar dan kokoh beriman kepadaNya. Berkat imannya yang kokoh itulah anak putrinya disembuhkan oleh Tuhan Yesus.


 Iman dapat menyembuhkan diri dan anggota keluarga dan sesama yang lain. 


Iman itu sangat personal dalam berelasi dengan Tuhan Yesus. Tetapi iman kepada Tuhan Yesus itu dapat tertangkap dan terukur secara inderawi dalam keaktifan pribadi di dalam kegiatan rohani untuk mengasah kesalehan sosial dan persoanal di dalam  doa pribadi dan doa komunitas, puasa pribadi dan puasa komunitas, dan berderma dan bersedeka baik secara pribadi maupun  secara bersama sebagai anggota komunitas. Kekuatan spiritual inilah yang menyembuhkan diri dan sesama. Iman yang menyembuhkan itu telah tampak dalam iman seorang ibu orang asing dari Yunani yang tidak tahu malu datang kepada Yesus seorang Yahudi, dan memohon kepadaNya untuk menyembuhkan anaknya yang kerasukan roh jahat. Walau sempat ia direndahkan, tetapi imannya kepada Yesus tidak luntur. Kokohnya iman seperti perempuan Yunani dari Siro-Fenisia inilah meneguhkan iman kita dalam setiap situasi dan kondisi kita termasuk saat situasi sulit mendatangi kita baik kesulitan itu dari dalam diri kita maupun datang dari luar diri kita.***(P.Benediktus Bere Mali,SVD)***

Selasa, 09 Februari 2021

Renungan Misa Harian Rabu 10 Februari 2021

 Refleksi Misa Harian

Rabu, 10 Februari 2021

Kej.2:4b-9.15-17

Mrk.7:14-23



 *Kebebasan Makan Buah Pohon Terlarang  tentang Kebaikan dan Kejahatan di Taman Eden* 


Tuhan memberikan segala sesuatu kepada manusia. Semuanya terangkum dalam tiga kalimat yaitu Tuhan memberikan kebaikan Taman Eden, Tuhan memberikan pohon tentang kejahatan dan kebaikan dan Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia yang diciptakan secitra Allah. 


Manusia hidup di Taman Eden kebaikan dengan penuh sadar kontrol diri menggunakan kebebasannya untuk bertindak baik maka dengan demikian manusia memperteguhkan citranya sebagai citra Allah. Sebaliknya manusia yang menggunakan kebebasannya bertindak jahat maka dengan demikian manusia menurunkan citranya sebagai citra Allah. 


Seorang yang sealiran Freud menegaskan bahwa simbol kejahatan dan kebaikan yang diletakan pada pohon tentang kebaikan dan kejahatan di tengah-tengah Taman Eden  adalah sebuah ekspresi nyata dari dua sisi kejahatan dan kebaikan seperti dua sisi mata uang yang lengket di dalam diri manusia. Bagi Freud, simbol kejahatan dan kebaikan dalam bahasa verbal dan bahasa non-verbal serta material/fisik berupa patung kejahatan dan kebaikan bersumber dari dalam diri manusia bukan dari luar diri manusia. Freud menggunakan dua kata yang digunakan untuk menyebut kekuatan jahat dan kekuatan baik seperti dua sisi mata uang di dalam diri manusia, yaitu eros dan thanatos. Eros dan thanatos ini terdiri dari tiga bagian penting yaitu seks, agresi dan kecemasan.  Seks untuk hal yang baik bagi diri dan sesama bukan yang jahat bagi diri dan orang lain. Agresi untuk yang baik bagi diri dan sesama bukan untuk yang jahat bagi diri dan sesama. Kecemasan itu untuk kebaikan diri dan sesama bukan untuk yang jahat terhadap diri dan sesama. Ketika ketiga hal itu untuk kebaikan maka di situ eros aktif bekerja lebih dari thanatos yang tidur dalam diri manusia. Sebaliknya ketika ketiga hal itu untuk kejahatan maka di situ thanatos aktif bekerja lebih dari eros yang tidur di dalam diri manusia. 


Kesadaran untuk mengaktifkan eros perlu dilatih terus menerus dengan taat disiplin diri yang termonitor, terevaluasi, dan terevisi bila dibutuhkan untuk terus asah aktifkan eros dalam hidup sehari-hari. 


Tepat sekali Sabda Yesus, di dalam Injil hari ini, bukan apa yang masuk ke dalam diri yang dapat menajiskan tetapi yang keluar dari dalam diri yang dapat menajiskan. Cukup jelas bahwa di sini ada titik pertemuan Freud dengan Injil hari ini. Kejahatan dan kebaikan itu ada dalan diri manusia bukan dari luar diri manusia. Pohon kebaikan dan kejahatan di tengah taman Eden adalah simbol kata, materi, tindakan yang terekspresi dari dalam diri manusia, ke luar diri manusia. Pohon kejahatan dan kebaikan di Taman Eden merupakan cetusan dari eros dan thanatos yang bagaikan dua sisi mata uang perak yang ada di dalam diri manusia. 

Kita dapat menggunakan kebebasan kita untuk mengaktifkan eros dan meng-off-kan thanatos dalam hidup kita. Itulah membuat iman kita hidup di depan publik. Sebaliknya ketika kebebasan kita meng-on-kan thanatos maka disitulah terlihat jelas oleh mata dunia bahwa iman kita kehilangan kekuasaannya.***(P.Benediktus Bere Mali, SVD)***

Senin, 08 Februari 2021

Renungan Misa Harian Selasa 9 Februari 2021

  Refleksi Misa Harian

Selasa 9 Februari 2021

Kej.1:20-2:4a

Mrk.7:1-13



Memiliki Takhta Untuk Melayani Bukan Dilayani


Setiap orang diberi tahkta di dalam hidup. Sejak awal Tuhan menciptakan manusia Tuhan memberi kuasa kepada manusia untuk berkuasa atas ciptaan yang lain seperti di dalam bacaan pertama pada hari ini. 

Kuasa itu ada di dalam  diri orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat. Mereka memiliki tahkta dalam hidup bersama. Yesus pun memiliki Tahkta. 

Perbedaannya terletak di sini bahwa Yesus memiliki Tahkta untuk melayani sampai mati di Salib. Sedangkan orang Farisi dan ahli Taurat bertahkta untuk dilayani, dipuji, dimuliakan, diagung-agungkan. Yesus berkuasa untuk menyempurnakan yang lama sedangkan orang Farisi dan ahli Taurat berkuasa untuk menghalang-halangi semua yang baru untuk menyempurnakan yang lama. Yang baru itu adalah memuliakan Tuhan dengan bibir dan hati serta dengan aksi baru untuk kebaikan bersama. Yang baru itu berpusat dalam diri Yesus yang berkuasa untuk mengatur yang kaos menjadi kosmos.***(P.Benediktus Bere Mali, SVD)***



Minggu, 07 Februari 2021

Renungan Misa Harian Senin 8 Februari 2021

 



 Renungan Misa Harian

Senin 8 Februari 2021

Kej.1:1-19

Mrk.6:53-56

 

“Menjamah Yesus itu yang Menyembuhkan”

 

 

Pada masa pandemic covid 19 ini saling menjamah dalam situasi normal menjadi sesuatu yang asing dan ganjil. Jamahan yang menyembuhkan dapat terjadi dari perawat dan dokter kepada pasien untuk mendapat data sakit atau penyakit dari pasien dalam dunia Kesehatan. Misalnya penderita Covid-19 hanya dapat diketahui melalui asesesment yang menggunakan peralatan medis untuk mendapat data ilmiah dari pasien yang terpapar positif covid-19. Ini adalah jamahan yang menyembuhkan dari pihak medis kepada pasien covid-19. Sebaliknya jiks terjadi pasien covid-19 yang menjamah maka jamahannya itu membawa sakit penyakit bahkan dapat membawa kematian bagi yang menjamah dan dijamah. 

 

Injil hari ini tentang jamahan yang menyembuhkan. Orang-orang sakit melalui menjamah Yesus maka dapat disembuhkan oleh jamahan itu. Tuhan Yesus membiarkan diri-Nya dijamah oleh semua orang yang melakukannya dengan satu kekuatan utama yaitu iman yang kokoh kepada Yesus Tuhan Sang Penyembuh Sejati. Jamahan tanpa iman akan mendatangkan jamahan yang tidak membawa dampak apa-apa bagi penjamah. Jamahan dalam Injil hari ini jamahan yang bermula dari sebuah jamahan yang berakar dalam iman yang kuat sekali. Orang-orang yang mengusung orang sakit di atas tilam kepada Yesus. Iman pribadi dan iman orang lain dalam menjamah Yesus itu berbuah penyembuhan dalam diri para penjamah. Di sini ditemukan kerja sama yang baik dalam beriman kepada Yesus dalam proses penyembuhan orang-orang sakit yang datang menjamah Yesus. 

 

Penyembuhan ini menciptakan situasi yang harmonis dan normal dan baik adanya. Sakit fisik yang telah membuat suasana fisik dan bathin tidak baik, berakhir lewat jamahan yang menyembuhkan. Jamahan yang membuat segala sesuatu Kembali baik adanya. Bacaan Pertama menegaskan, pada awal penciptaan, Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Tetapi jamahan manusia pada buah terlarang dari pohon peraturan antara yang baik dan jahat itulah, membuat semuanya Kembali kaos, kacau, tidak normal, tidak harmonis. Sakit-penyakit merupakan sebuah situasi dan kondisi yang menghilangkan kaharmonisan di dalam diri manusia. Melalui menjamah Yesus  orang sakit disembuhkan. Penyembuhan lewat menjamah Yesus dapat mengembalikan keharmonisan yang telah hilang.*** (P. Benediktus Bere Mali, SVD)***

 

 

Sabtu, 06 Februari 2021

Renungan Hari Minggu Biasa V (B-1) 7 Februari 2021


Ayb.7:1-4.6-7

1Kor.9:16-19.22-23

Mrk.1:29-39

 

PENDERITAAN DAN KESELAMATAN YANG INKLUSIF

 

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 

 

 

Banyak orang senang mencari Yesus untuk menyelesaikan banyak persoalan yang sedang mereka alami . Hal ini terjadi setelah Yesus menyembuhkan Ibu Mertua Simon yang sakit demam. Peristiwa penyembuhan ini disusul dengan begitu banyak orang yang berbondong-bondong mencari Yesus pada sore hari dan pada pagi hari berikutnya. Waktu sore hari itu, Yesus melayani semua yang berbondong-bondong datang kepada-Nya. Tetapi pada pagi hari berikutnya, Yesus tidak sempat melayani karena sebelum orang banyak itu berbondong-bondong datang di penginapan Yesus bersama para murid-Nya, Yesus telah pergi mendahului para murid-Nya ke tempat yang sunyi untuk berdoa pada waktu pagi yang masih gelap. Para murid yang datang kemudian ke tempat Yesus, berkata kepada Yesus bahwa begitu banyak orang datang berbondong-bondong terus mencari Yesus. Barangkali di dalam Perasaan dan pikiran para murid, ingin Yesus meluangkan waktu untuk melayani mereka. 


Tetapi pikiran Yesus sangat berbeda. Di dalam kesunyian itu Yesus, dalam doa-Nya Yesus menemukan jawaban bahwa meskipun banyak orang yang berbondong-bondong mencari-Nya, Yesus memutuskan pergi ke tempat-tempat lain di Galilea dan sekitarnya untuk melayani mereka karena untuk itulah Yesus telah datang. Yesus dipanggil dan diutus untuk mewartakan keselamatan universal kepada segala suku bangsa. Artinya keselamatan Yesus sifatnya inklusif, artinya keselamatan itu bukan hanya kepada orang-orang yang bersemangat mencari dan mengikuti Yesus, tetapi juga untuk mereka yang belum mengenal Tuhan di daerah-daerah lain. 

 

Orang banyak yang berbondong-bondong mencari dan mengikuti Yesus ini barangkali atau mungkin dapat ditujukan kepada kita. Barangkali kita juga mencari dan menemukan Yesus untuk Yesus menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang kita alami. Barangkali kita seperti orang banyak yang mencari Yesus untuk Yesus menyelesaikan berbagai persoalan kita termasuk penderitaan, sakit, sementara kita sendiri tidak pernah berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang sedang kita alami. Barangkali kita mencari Yesus untuk Yesus menyelesaikan semua persoalan kecil, persoalan sederhana, persoalan sedang bahkan persoalan paling berat yang sedang  kita alami. Dengan kata lain kita mencari Yesus sebagai penyelesai atas semua kesulitan dan persoalan yang sedang kita alami. 

 

Yesus memutuskan meninggalkan mereka yang berbondong-bondong mencari Yesus itu karena Yesus tidak mau membuat mereka merasa sangat tergantung pada Yesus untuk menyelesaian semua persoalan termasuk persoalan-persoalan yang dapat mereka selesaikan sendiri. Yesus tidak menghendaki orang banyak itu lari dari penderitaan mereka sendiri. 


Yesus mau supaya mereka sendiri juga harus menerima penderitaan, mengalami penderitaan, dan menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Yesus mau mendidik mereka bahwa tidak semua penderitaan harus diselesaikan oleh Yesus. Ada penderitaan yang merupakan bagian dari hidup dan harus dialami sendiri selama hidup mereka. Yesus tidak mau mereka bermental santai dan enak dalam hidupnya terutama di dalam menyelesaikan persoalan yang harus mereka sendiri selesaikan. Ketika Yesus meninggalkan orang banyak yang mencari-Nya tentu ada berbagai tanggapan yang muncul dalam diri mereka yang ditinggalkan maupun mereka yang menyaksikannya. Ada tanggapan negatif. Ada juga tanggapan positif.


Bagi saya, barangkali bagi kita semua juga bahwa bukan hanya keselamatan yang inklusif tetapi penderitaan juga inklusif. Artinya bahwa semua orang tanpa kecuali mengalami penderitaan dengan derajat derita yang dialaminya masing-masing orang berbeda-beda, ada yang derajat deritanya rendah, ada yang deritanya sedang dan ada yang derajat atau tingkat deritanya sangat tinggi. Penderitaan yang rendah bisa membuat orang bermotivasi rendah untuk berjuang dan bekerja menjadi yang terbaik dalam hidup bersama orang lain maupun dalam meraih tujuan hidupnya. Penderitaan yang sedang dapat memotivasi orang untuk berjuang dengan tekun dan sungguh-sungguh meraih cita-cita yang tinggi. Penderitaan yang terlalu tinggi memandegkan motivasi orang untuk berusaha lebih maju dalam meraih tujuan hidupnya. 

 

Mereka yang menderita dan mencari Yesus, tetapi Yesus berani meninggalkan mereka karena Yesus mau menunjukkan bahwa penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Ada penderitaan yang semestinya dialami oleh manusia karena penderitaan itu juga adalah bagian dari hidup manusia. 


Penderitaan inklusif ini terungkap jelas di dalam Kitab Ayub dalam bacaan pertama. Ayub sebagai manusia mengungkapkan penderitaan-Nya bahwa ia bergulat secara sangat serius dalam hidupnya dan bahkan Ayub merasa gelisah sepanjang malam hingga dinihari. Ayub mengalami pergulatan yang hebat dalam menanggung penderitaan-Nya. 


Bagi saya dan tentu mungkin bagi kita juga bahwa sesungguhnya penderitaan adalah sebuah panggilan hidup. Yesus mengalami penderitaan salib sampai wafat di salib. Yesus tidak lari dari penderitaan tetapi Yesus menerima dan mengalami penderitaan. Hanya lewat penderitaan-Nya dan kematian-Nya ada kebangkitan dan keselamatan kekal.


Dalam bacaan kedua, menegaskan bahwa pewartaan Injil bukan untuk mencari  memegahkan diri tetapi untuk menjadi hamba yang setia melayani. Bagi orang yang mewartakan Injil untuk mencari dan menemukan memegahkan diri, untuk dilayani, maka adalah sebuah penderitaan tersendiri ketika harus fokus mewartakan Injil untuk menjadi hamba yang selalu setia  melayani.


Saudara-saudara, di masa pandemi covid-19 ini, kita diinspirasi oleh penderitaan inklusif  dalam bacaan suci hari ini. Bahwa penderitaan yang kita alami saat ini oleh karena pandemi ini, juga dialami semua negara di dunia. Menerima pandemi sebagai penderitaan kita membuat kita sembuh satu langkah lebih maju dari sakit ataupun serangan covid-19. Artinya bahwa penderitaan covid-19 ini inklusive terbuka bagi siapa saja dan kapan saja. Hanya lewat disiplin prokes covid-19 dan menerima vaksin yang dapat mengurangi serangan covid-19 terhadap diri kita. Tuhan memberkati Kita semua. Salam Sehat Selalu. ***


 

 

Jumat, 05 Februari 2021

Renungan Misa Harian Sabtu 6 Februari 2021

 Renungan Harian

Sabtu 6 Februari 2021

 

Ibr.13:15-17.20-21

Mrk. 6:30-34

 

 

Dalam group proses penyembuhan atau penyelesaian atas sebuah soal, ada lima langkah yang perlu dilakukan. Pertama, data persoalan dari pribadi, keluarga, kelompok dan komunitas berasal dari sebuah assessment ilmiah yang terdiri dari pertama observasi dari dalam anggota kelompok itu sendiri maupun dari luar kelompok sehingga data observasi mendekati kebenaran bahwa dalam pribadi maupun dalam keluarga atau komunitas yang menjadi fokus, bisa mendapat persoalan secara obyektif. Kedua, wawancara pribadi, keluarga, atau komunitas yang hendak diteliti untuk mendapat data yang obyektif. Wawancara terbatas pada tokoh-tokoh kunci yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pribadi, keluarga, atau komunitas yang diteliti. Ketika, questioner atau alat tes psikologi yang tepat sesuai dengan soal di dalam diri atau keluarga atau komunitas, berdasarkan persetujuan partisipan setelah penjelasan peneliti dan dipahami oleh partisipan. 

 

Kedua, data dari tiga alat asesement ini dapat dirangkum peneliti. Hasilnya disampaikan kepada partisipan untuk mendapat koreksi yang melengkapi data yang tekah peneliti rangkumkan. Setelah mendapat masukan dari partisipan, peneliti menentukan daftar persoalan dari group yang diteliti kemudian soal itu disampaikan kepada partisipan untuk didiskusikan, sampai menemukan masalah utama dari kelompok atau group atau komunitas yang diteliti.  

 

Ketiga, Masalah utama yang dimaksud bisa terdiri dari satu soal atau beberapa soal dengan penyebab utama yang memelihara persoalan itu. Setelah rumusan persoalan yang bersentuhan langsung dengan perasaan, pembicaraan, perbuatan dan pikiran dari anggota kelompok atau pribadi yang diteliti, peneliti dapat menyampaikan hasil rumusan sementara itu, presentasikan kepada partisipan untuk disempurnakan oleh partisipan. 

 

Keempat, setelah partisipan menyetujui hasil rumusan itu, peneliti dapat menuju tahap berikut yang membantu peneliti bersama partisipan menentukan perencanaan penyembuhan atas soal-soal group atau komunitas yang dirumuskan sebelumnya. Perencanaan penyembuhan atau penyelesaian soal ini meliputi tiga tahap terpenting yang harus dilalui. Pertama, peneliti bersama partisipan membaca rumusan soal sebelumnya. Dari dalam rumusan itu persoalan group yang berhubungan dengan emosi, tindakan, dan pikiran didaftar secara jelas dan pasti sebagai persoalan pokok atau persoalan inti dari group atau komunitas yang hendak melaksanakan proses penyembuhan atau penyelesaian atas soal-soal itu. Peneliti meminta konfirmasi partisipan atas daftar soal partisipan untuk membuat persoalan final menurut partisipan yang diteliti. 

 

Setelah partisipan menyetujui daftar soal groupnya atau komunitas, peneliti memasuki tahap berikut dari proses penyembuhan kelompok atau komunitas yang menjadi partisipan yang diteliti. Tahap berikut setelah daftar soal utama adalah peneliti bersama partisipan menentukan tujuan dari setiap daftar soal pada tahap pertama. Tujuan itu untuk menyembuhkan atau menyelesaikan setiap daftar soal group atau komunitas yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap pertama dari proses penyembuhan. Tujuan itu semestinya spesifik, dapat terukur, dapat dicapai, konkret, memiliki batas waktu tertentu. Peneliti menjelaskan tujuan ini kepada partisipan sampai semua partisipan mengerti sebab dengan pemahaman partisipan itu partisipan dapat melaksanakan proses penyelesaian soal dalam group atau komunitas. 

 

Setelah mereka mengerti tujuan, peneliti dapat mengarahkan partisipan pada tahap berikut dari proses penyembuhan atau proses penyelesaian atas dafta soal dengan tujuannya yang telah ditentukan dan disetujui bersama. 

 

Untuk mencapai tujuan itu, peneliti menemukan dan menjelaskan intervensi yang efektif kepada partisipan sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau dengan kata lain menyelesaikan persoalan yang ada dalam group atau komunitas. Peneliti mengelaborasi literatur-literatur terkini tentang intervensi efektif atas soal group atau komunitas yang sedang ditujukan untuk diselesaikan. Peneliti memberikan contoh, bahkan latihan kepada partisipan sampai mereka mengerti dan mereka dapat melaksanakan intervensi efektif itu pada diri mereka sendiri dalam mencapai tujuan yaitu menyelesaikan masalah group atau komunitas. 

 

Kelima, setelah partisipan atau group atau anggota komunitas mengerti intervensi efektif berdasarkan literatur terkini, maka peneliti dapat beralih kepada tahap pengimplementasian intervensi efektif pada anggota komunitas atau group atau partisipan. Selama implementasi intervensi efektif itu, peneliti dapat menentukan jadwal monitor dan evaluasi, baik oleh peneliti, partisipan, maupun observer dari luar dengan mengisi form-form monitor dan evaluasi yang sudah disiapkan dan telah dibagikan. Dari hasil data monitor dan evaluasi ini, peneliti dan partisipan memiliki alasan yang cukup untuk mengatakan bahwa proses penyembuhan atau penyelesaian atas persoalan partisipan dapat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Ternyata dalam pengimplementasian intervensi efektif itu tidak berjalan maka peneliti meminta persetujuan dan ijin partisipan untuk melakukan revisi karena sangat memungkinkan untuk itu. 

 

Revisi berarti peneliti dapat melakukan assessment ulang dan seterusnya melalui tahap-tahap seperti disebutkan di atas sampai group atau komunitas yang menjadi partisipan dapat sembuh atau menyelesaikan persoalannya. Atas dasar persetujuan partisipan bahwa mereka telah merasa nyaman karena masalah telah selesai maka proses penyembuhan atau penyelesaian persoalan group, secara bersama oleh partisipan dan peneliti mengakhirinya atau terminasi proses penyembuhan atau penyelesaikan persoalan komunitas atau group proses. 

 

 

Langkah-langkah group proses dalam menyelesaikan persoalan group di atas dapat digunakan untuk melihat group proses dalam komunitas para murid bersama Yesus secara khusus di dalam Injil pada hari ini.  Salah satu tahap dari group proses yang sangat aktual yang ditemukan di dalam group proses para murid adalah tahap evaluasi tugas dan kerja mereka sebagai pewarta Injil kepada segala suku bangsa. Mereka menyelesaikan persoalan bahwa begitu banyak orang yang belum mengenal Tuhan Yesus maka mereka perlu ditutus dan mewartakan Yesus kepada semua orang. Dalam melaksanakan tugas ini ada banyak pengalaman suka dan duka, gagal dan berhasil.  Yesus mengundang mereka semua berkumpul pada tempat yang sepi untuk sharing pengalaman, untuk evaluasi tugas misi mereka. Evaluasi ini penting karena dari sini para murid dapat menyempurnakan misi mereka dan jika perlu revisi, maka mereka perlu revisi cara pendekatan mereka sesuai konteks misi mereka masing-masing, sehingga revisi cara misi itu akan memberikan dampat positif bagi penerima pewartaan khabar Gembira Tuhan yang membawa keselamatan inklusif. Revisi itu baik yang berhubungan dengan misi ke dalam diri para murid dan ke dalam komunitas para murid itu sendiri maupun misi ke luar kepada orang-orang yang mereka layani. 

 

Mungkin dalam evaluasi itu termasuk menyangkut bidang fisik berupa Kesehatan, uang saku, uang makan minum pakaian serta biaya operasional yang lainnya dari misi. Saya rasa dan yakin, di sini peran murid Yudas Iskariot menjadi sentral dalam mempresentasikan semua kegiatan misi yang berhubungan dengan keuangan komunitas para murid bersama Sang Guru Yesus Tuhan. 

 

Dalam bidang rohani, tentu fokus pada hidup doa, puasa, dan berderma atau bersedeka sebagai tiga hal utama dalam mempertajam kesalehan para misionaris. Dalam Injil jelas, mereka pergi ke tempat yang sunyi, untuk mengolah dan mengasah keheningan mereka. Itulah pengalaman para murid dalam Injil hari ini.

 

Kita hidup dalam komunitas karya dan komunitas formasi dengan penekanan misi ke dalam dan keluar komunitas dengan penekanan yang berbeda-beda. Tetapi bagi kita tahap-tahap group proses komunitas kita untuk menyehatkan komunitas kita, harus kita sadari, dan implementasikan di dalam komunitas kita. Arahnya jelas dan sangat penting: untuk menyehatkan kehidupan kita bersama di dalam komunitas karya dan komunitas formasi. Lima tahap untuk menjadikan komunitas kita sehat atau setidak-tidaknya meminimalkan persoalan dalam komunitas kita yaitu kita tahu soal-soal yang ada dalam komunitas kita melalui assessment rutin yang kita lakukan dalam waktu yang telah terencana rapi. Kita bersama merumuskan persoalan itu. Kita bersama mendaftarkan persoalan utama dalam komunitas kita. Kita menentukan tujuan dari persoalan itu. Kita menemukan intervensi efektif terkini dalam menyelesaikan persoalan utama komunitas kita yang sedang kita alami. Kita mengimplementasikan intervensi efektif itu dan dalam pengimplementasian itu kita menentukan bagaimana memonitornya, mengevaluasinya, merevisinya jika perlu, sampai komunitas kita berjalan sehat dan normal untuk kebaikan kita bersama. Semoga berguna bagi pembaca.*** (P.Benediktus Bere Mali, SVD)***